Hal-hal yang Berkaitan Dengan Qurban

Posted by Wafie Jumat, 04 Oktober 2013 2 komentar

Hukum
Hukum berkurban adalah Sunnah muakkadah  bagi orang muslim merdeka yang mampu. Seandainya dalam satu keluarga ada seorang yang berqurban maka sudah  gugur kesunahannya dalam keluarga tersebut.

Ibadah Qurban lebih utama daripada ibadah sedekah karena ada  sedikit perselisihan ulama yang mengatakan bahwa hukum berkurban adalah wajib.

Seperti dalam kaedah fikih :
الخروج من الخلاف سنة
Keluar dari perselisihan para ulama hukumnya adalah sunnah.

Dasar ibadah Qurban adalah dari

Firman Alloh surah Al Kautsar ayat ke dua :

فصل لربك وانحر

( Maka dirikanlah sholat karena Tuhanmu dan berkorbanlah )

Dan juga ayat :

والبدن جعلناها لكم من شعائر الله

( Dan telah kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syiar Allah )

Dasar kesunnahan kurban didalam hadis  Nabi Saw adalah :

ما عمل ابن آدم يوم النحر من عمل أحب إلى الله تعالى من إراقة الدم، وإنها لتأتي يوم القيامة بقرونها وأظلافها، وإن الدم ليقع من الله بمكان قبل أن يقع على الارض، فطيبوا بها نفسا

“ Tidak ada amal ibadah yang lebih dicintai Allah di hari Nahr daripada menumpahkan darah (Qurban). Dan kelak di hari kiamat akan datang beserta tanduk dan kuku-kukunya dan sesungguhnya darahnya di sisi Allah memiliki kedudukan sebelum jatuh di bumi. Maka ikhlaskanlah diri kalian “

Dalam Hadits lain Nabi Saw bersabda :

عظموا ضحاياكم، فإنها على الصراط مطاياكم

“ Besarkanlah hewan-hewan qurban kalian, karena sesungguhnya hewan itu akan menjadi tumpangan kalian di shirath “
Ketentuan Hewan yang mau di Qorbankan :

Hewan qurban hanya boleh dari kalangan Bahiimatul Al An’aam (hewan ternak tertentu) yaitu onta, sapi atau kambing dan tidak boleh selain itu.

a. Kambing domba atau jawa
Tidak ada khilaf di kalangan ulama, bahwa seekor kambing hanya cukup untuk satu orang.

Sesangkan Unta atau sapi,
Menurut jumhur ulama, diperbolehkan 7 orang 'urunan'  pada seekor unta atau seekor sapi. 

Dalilnya diambil dari  hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:

نَحَرْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْحُدَيْبِيَّةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ

“Kami pernah menyembelih bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada waktu Hudaibiyyah seekor unta untuk 7 orang dan seekor sapi untuk 7 orang.” (HR. Muslim )

minimal umur hewan kurban yang pertama
Onta 5 tahun.
2. Sapi 2 tahun
3. Kambing jawa 1 tahun
4. Domba/ kambing gembel 6 bulan
(domba Jadza’ah)
hewan yang sudah berumur tapi tidak dapat dijadikan Qurban

karena mengalami cacat.
cacat disini  ada 4 kategori :

• Buta sebelah dan jelas sekali kebutaannya: Jika butanya belum jelas – orang yang melihatnya menilai belum buta – meskipun pada hakekatnya kambing tersebut satu matanya tidak berfungsi maka boleh diqurbankan. Demikian pula hewan yang rabun senja. ulama’ madzhab syafi’iyah menegaskan hewan yang rabun boleh digunakan untuk qurban karena bukan termasuk hewan yang buta sebelah matanya.

• Sakit dan tampak sekali sakitnya.

• Pincang dan tampak jelas pincangnya: Artinya pincang dan tidak bisa berjalan normal. Akan tetapi jika baru kelihatan pincang namun bisa berjalan dengan baik maka boleh dijadikan hewan qurban.

• Sangat tua sampai-sampai tidak punya sumsum tulang.

Read More..

Tafsir Jalalain

Posted by Wafie Kamis, 03 Oktober 2013 0 komentar

Kitab ini satu-satunya kitab tafsir yang penyusunnya dua orang. Uniknya mereka tidak mengerjakannya secara bersamaan.
Siapa yang tak kenal dengan Tafsir Jalalain? Setiap pengkaji tafsir Al-Quran pasti mengenal kitab tafsir ringkas yang disusun dua maestro ilmu tafsir, Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuti. Jalaluddin, yang berarti orang yang mengagungkan agama, adalah gelar yang diberikan kepada seorang ulama yang dianggap sangat ahli dalam bebarapa ranah ilmu. Dalam khazanah tasawuf, misalnya, nama Jalaluddin dinisbatkan kepada sufi besar Maulana Muhammad bin Muhammad Al-Qunuwi Al-Balkhi Ar-Rumi alias Jalaluddin Rumi.
Karena disusun oleh dua Jalaluddin itulah kitab tafsir berusia empat abad yang menjadi rujukan wajib di banyak pesantren ini dinamakan Tafsir Jalalain, Tafsir Dua Jalal.
Jika ditilikdari model penafsiran, Tafsir Jalalain cenderung menonjolkan analisis kebahasaan atau nahwu dan sharaf, dari sisi susunan kalimat dan asal-usul kata, serta analisis tajwid dan qiraah atau tata cara membaca Al-Quran. Terkait dengan Al-Quran, penguasaan ilmu-ilmu tersebut merupakan prasyarat mutlak untuk bisa membaca dan memahami Al-Quran dengan benar.
Meski disebut-sebut penyusunnya oleh dua orang, sebenarnya Al-Mahalli dan As-Suyuthi tidak mengerjakannya dalam waktu yang bersamaan. Masing-masing penyusun yang berbeda generasi itu hanya menulis tafsir separuh Al-Quran pada masanya. Sebab ketika sang mufassir pertama menyusun bagian pertama Tafsir Jalalain, mufassir kedua baru saja memulai pengembaraannya mencari ilmu.
Sekali tempo liku-liku arah pengembaraan membuat keduanya bertemu dalam hubungan guru dan murid. Namun setelah itu mereka berpisah lagi. Baru beberapa tahun setelah sang guru wafat, sang murid datang untuk meneruskan pekerjaan besar sang guru yang belum usai.
Penulis awal Tafsir Jalalain adalah Jalaluddin Al-Mahalli, tokoh kelahiran Kairo, Mesir, tahun 791H/1389 M, yang bernama asli Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ibrahim bin Ahmad bin Hasyim Al-Mahalli Al-Mishri Asy-Syafi’i. Uniknya, entah mengapa, ulama besar yang juga termasyhur karena kealimannya dibidang fiqih,ilmu kalam, nahwu dan manthiq dan karya-karya besarnya, itu mengawali penulisan tafsirnya dari Surah Al-Kahfi yang terletak di pertengahan juz lima belas lalu terus ke belakang hingga surah terakhir, An-Nas.
Usai menafsirkan Surah An-Nas, Al-Mahalli lalu kembali ke halaman muka Al-Quran, menafsirkan surah Al-Fatihah. Tadinya, setelah usai menafsirkan surah pertama dalam Al-Quran itu ia akan melanjutkan dengan surah Al-Baqarah, Ali Imran dan seterusnya hingga akhir surah Al-Isra. Namun taqdir berkata lain, ketika baru selesai menulis tafsir Al-Fatihah, sang Allamah berpulang ke haribaan Allah pada tahun 864 H/1459 M.
Gaya Yang Sama
Merasa sayang dengan karya besar sang guru yang nyaris terbengkalai, belasan tahun kemudian, pekerjaan mulia itu pun dilanjutkan oleh salah satu murid Al-Mahalli yang saat itu telah menjadi ulama besar yang sangat alim, Abdurrahman bin Kamaluddin Abi Bakar bin Muhammad Sabiquddin bin Fakhrudin bin Utsman bin Nashiruddin Muhammad bin SaifudinKhidhir Al-Khudhairi As-Suyuthi Al Mishri Asy-Syafi’i, atau Jalaluddin As-Suyuthi. Secara mengagumkan, As-Suyuthi melanjutkan penafsiran dari Surah Al-Baqarah sampai akhir Surah Al-Isra di juz 15, dengan metodologi serta pola dan gaya bahasa yang nyaris sama persis dengan tulisanawal sangguru.
Jika bukan karena ada keterangan bahwa kitab tafsir itu disusun oleh dua mufassir, orang-orang pastiakan mengira penyusun Tafsir Jalalain hanya satu orang saja. Bahkan, untuk menyamakan metodologi dengan sang pendahulu, As-Suyuthi juga meletakkan surah Al-Fatihah berikut penafsirannya di akhir kitab.
Untuk melengkapi penjelasan dalam kitab-kitab tafsirnya, Imam As-Suyuthi juga menyusun kitab Lubabun Nuqul yang menjelaskan asbabun nuzul (sebab-musabab turunnya sebuah ayat) setiap surah. Pada edisi cetak modern, kutipan asbabun nuzul setiap surah Al-Quran tersebut tertera sebagai hasyiyah (catatan pinggir) kitab Tafsir Jalalain. Selain itu juga dimuat kutipan kitab Nasikh wal Mansukh, karya Imam Ibnu Hazim.
Pemuatan asbabun nuzul tersebut dimaksudkan untuk menuntun pemahaman akan makna tafsir yang benar sesuai dengan konteks sosial dan masalah ketika ayat tersebut turun. Sedangkan nasikh wal mansukh (yang membatalkan dan yang dibatalkan) merupakan salah satu sarana untuk memahami kesimpulan yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Quran.
Meski terbilang sangat ringkas, informasi-informasi penting dalam Tafsir Jalalain membuat kitab itu terus menjadi rujukan ulama, bahkan hingga saat ini. Keringkasan penjabarannya juga mengundang minat banyak ulama sesudahnya untuk menyusun komentar atas kitab tafsir tersebut. Sebut saja Majma’ Al-Bahrain Wa Mathla’ Al-Badrain karya Syaikh Muhammad bin Muhammad Al-Karkhi, Al-Futuhat Al-Ilahiyyah atau Hasyiyah Al-Jamal dan Hasyiyah Ash-Shawi karya Syaikh Ahmad bin Muhammad Ash-Shawi Al-Mishri Al-Maliki Al-Khalwati.
Kebesaran dua tokoh penyusun Tafsir Jalalain sangat melegenda. Di samping dikenal karena pembahasannya yang luas dalam setiap kitab, Jalaluddin Al-Mahalli dan As-Suyuthi juga telah menghasilkan karya yang jumlahnya cukup banyak. Dalam bidang tafsir dan ilmu-ilmu Al-Quran, misalnya, As-Suyuthi telah menghasilkan sedikitnya dua puluh kitab, seperti Al-Itqan fi Ulumil Quran dan Ad-Durrul Mantsur fi Tafsir Bil Ma’tsur.
Semua kitab-kitab karya As-Suyuthi selalu menarik untuk dikaji. Sebab, selain kajiannya yang mendalam, setiap karyanya juga mempunyai keunikan. Kitab Ad-Durrul Mantsur, misalnya, ialah sebuah kitab tafsir Al-Qur’an yang sumbernya berasal dari hadits-hadits yang diriwayatkan Ath-Thabarani.
Dengan teliti As-Suyuthi menukil semua hadits marfu’ (periwayatannya sampai kepada Rasulullah SAW) dan atsar (ucapan atau keterangan) para sahabat dan tabi’in yang menafsirkan atau mengulas ayat-ayat Al-Quran. Namun, berbeda dengan setiap hadits selalu ia jelaskan juga derajat keshahihannya, atsar-atsar yang nukilnya ia biarkan saja tanpa komentar.
Muhaddits Piawai
Selain mufassir, As-Suyuthi memang dikenal juga sebagai muhaddits piawai. Tengok saja karya-karya dalam bidang hadits yang jumlahnya tak kurang dua belas kitab. Di antaranya yang paling populer adalah Ainul Ishabah Fi Ma’rifati Ash-Shahabah, Durru ash-Shahabah Fi Man Dakhala Mishra Minash Shahabah dan Al-Luma’ Fi Asmaa`i Man Wadla’.
As-Suyuthi lahir ba’da Maghrib, malam Senin bulan Rajab 849 H, enam tahun sebelum bapaknya wafat. Ia berasal dari lingkungan cendekiawan. Tak heran sejak dini ayahnya berusaha mengarahkannya menjadi ilmuwan dan orang shalih.
Sejak usia belia ia selalu diajak sang ayah menghadiri berbagai majelis ilmu. Di forum yang mulai itu sang ayah sering meminta doa dari ulama besar untuk anaknya. Salah satu ulama yang pernah mendoakan As-Suyuthi agar menjadi ulama besar adalah Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani, muhaddits besar penyusun kitab Bulughul Maram. Tak hanya mendoakan, setiap kali minum segelas air usai mengajar, Syaikh Ibnu Hajar selalu menyisakan sedikit untuk diminum As-Suyuthi.
Ketika sang ayah wafat, As-Suyuthi diasuh oleh Syaikh Kamaluddin bin Humam al-Hanafi, pengarang kitab Fathul Qadir. Di bawah asuhan sang allamah itulah As-Suyuthi berhasul hafal al-Qur’an di usia delapan tahun. Setelah itu ia lalu menghafal kitab Al-’Umdah, lalu Minhajul Fiqhi Wal Ushul dan Alfiyah Ibnu Malik.
Ketika usianya menginjak 15 tahun, As-Suyuthi mulai berkelana dan berguru kepada para ulama besar. Sebut saja Syaikh Siraajuddien Al-Balqini, yang mengajarnya berbagai kitab fiqih seperti Al-Hawi Ash-Shaghir, Al-Minhaj, Syarah Al-Minhaaj dan Ar-Raudhah. Syaikh Sihabuddin Asy-Syaarmasahi dan Asy-Syari Al-Manawi Abaz Kuriya Yahya bin Muhammad, guru-guru ilmu faraidh (waris)-nya.
As-Suyuthi juga menimbailmu tata Bahasa Arab dan ilmu hadits kepada Syaikh Taqiyuddin Asy-Syamini Al-Hanafi (w 872 H), dan berguru ilmu tafsir, ilmu Ushul, ilmu bahasa Arab dan ilmu Ma’ani kepada Syaikh Muhyiddin Muhammad bin Sulaiman Ar-Rumi Al-Hanafi selama empat belas tahun. Ia juga sempat berguru kepada Jalaluddin Al-Mahalli (penyusun pertama Tafsir Al-Jalalain) dan ‘Izzul Kinaani Ahmad bin Ibrahim al-Hanbali, serta banyak lagiulama yang lain.
Selain ilmu agama, Imam Suyuthi juga beberapa bidang ilmu umum seperti ilmu hitung dan ilmu faraidl dari Majid bin As-Siba’ dan Abdul Aziz Al-Waqaai, serta ilmu kedokteran kepada Muhammad bin Ibrahim Ad-Diwani Ar-Rumi.
Syaikh Abdul Wahhab Asy-Sya’rani, salah satu murid As-Suyuthi mengatakan dalam kitab Thabaqat-nya, bahwa gurunya telah berguru kepada lebih dari 600 ulama. Ditunjang modal kecerdasan, kekuatan hafalan dan keuletan belajar, As-Suyuthi yang ahli ibadah, zuhud dan tawadhu’ pun segera menjelma menjai seorang ulama besar yang memenuhi taraf kemampuan untuk berijtihad.
Selain alim, Imam Suyuthi juga dikenalsebagai sosok yang teguh pendidirna dan tak suka menjilat kepada pemerintah. Bahkan ia tak pernah mau menerima hadiah dari raja. Suatu ketika raja Ghuri memberinya hadiah berupa uang seribu dinar dan seorang budak perempuan. Segera saja uang itu dikembalikan. Sedangkan sang budak perempuan itu dimerdekakan. Ia lalu berkata kepada sang raja, “Jangan berusaha memalingkanku hanya dengan memberi hadiah semacam itu, karena Allah telah menjadikanku tidak merasa butuh llagi terhadap hal-hal semacam itu.”
Dan setelah hidup dengan penuh gemilang cahaya ilmu dan ibadah, ulama yang telah menulis lebih dari 500 judul kitab itu wafat pada hari Jum’at, 19 Jumadi Ula 911 H. Sebelumnya sang Allamah sempat menderita sakit selama tujuh hari, sebelum akhirnya berpulang dalam usia 61 tahun 10 bulan 18 hari. Jenazah ilmuwan agung itu dimakamkan di pemakaman Qaushun atau Qaisun, di luar pintu gerbang Qarafah, di Kairo, yang terkenal dengan sebutan Bawwabah As-Sayyidah ‘Aisyah (Pintu gerbang Sayyidah ‘Aisyah).

Read More..

Aurot Wanita Menurut 4 Madzhab

Posted by Wafie Sabtu, 03 Agustus 2013 0 komentar
















Berikut ini penjelasan tentang Aurat Wanita dari berbagai mazhab

  • Madzhab Syafi'i

Di depan laki-laki yang bukan mahram seluruh tubuh wanita  adalah aurat (harus ditutup) kecuali wajah, telapak tangan dan telapak kaki. Dalam kiab al-Umm juz I halaman 89, Imam asy-Syafi'i berkata:

 وكل المرأة عورة، إلا كفيها ووجهها. وظهر قدميها عورة 
“Seluruh tubuh wanita itu aurat kecuali kedua telapak tangan dan wajah. Sedang bagian atas kaki adalah aurat (telapak kaki bukan aurat).” • 

  • Madzhab Maliki


Madzhab Maliki sama dengan Madzhab Syafi'i bahwa aurat wanita itu adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Imam ‘Iyadh Rh. Berkata:

 ولا خلاف أن فرض ستر الوجه مما اختص به أزواج النبي صلى الله عليه وسلم 
“Tidak ada perbedaan ulama mengenai wajibnya menutupi wajah wanita, itu (wajibnya menutupi wajah) termasuk salah satu kekhususan bagi para istri Nabi Saw.”

  • Madzhab Hanafi


Seluruh ulama madzhab Hanafi berpendapat bahwa wajah dan kedua tangan perempuan boleh terbuka/bukan aurat. Dan laki-laki boleh memandang wajah perempuan asal tidak syahwat. Abu Ja’far ath-Thahawi dalam Syarh Ma'ani al-Atsar juz II halaman 392 menyatakan

أبيح للناس أن ينظروا إلى ما ليس بمحرَّم عليهم من النساء إلى وجوههن وأكفهن، وحرم ذلك عليهم من أزواج النبي. وهو قول أبي حنيفة وأبي يوسف ومحمد رحمهم الله تعالى 

Diperbolehkan bagi seseorang untuk memandang sesuatu dari perempuan yang tidak diharamkan atasnya, yakni wajah dan telapak tangan mereka. Diharamkan yang demikian itu (memandangnya) adalah bagi para istri Nabi Saw. Yang demikian itu adalah pendapat Abu Hanifah dan Abu Yusuf dan Muhammad Rahimahumullahu ta’ala

  • Madzhab Hanbali


Madzhab Hanbali termasuk yang paling ketat dalam masalah aurat wanita. Imam Ahmad bin Hanbal pendiri madzhab ini berpendapat dalam salah satu riwayat bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat termasuk kukunya, baik saat shalat maupun di luar shalat. Namun dalam riwayat yang lain Imam Ahmad bin Hanbal menyatakan bahwa wajah dan telapak tangan wanita bukan mahram. Imam al-Mardawi dalam kitab al-Inshaf juz I halaman 452 berkata

الصحيح من المذهب أن الوجه ليس من العورة 

Bahwa yang benar dari Madzhab Hanbali adalah berpendapat wajah bukanlah aurat.
Read More..

Perhitungan Hisab Awal Syawal 1434 H

Posted by Wafie 1 komentar
 PERHITUNGAN AWAL BULAN SYAWAL 1434 H
 
  Kriteria = MABIMS / Kementerian Agama RI
  Lokasi = Turen - Malang (-8° 10' 00" LS, 112° 42' 00" BT)
  Tinggi Tempat = 450 meter diatas laut
1. Menghitung saat Ijtima' akhir Ramadhan 1434 H :
   
  Ijtima' (Dimana matahari dan bulan terletak pada bujur astronomi yang sama).
Lihat rumus mencari saat Ijtima' dengan meng-klik link di bawah.
  Ijtima '= 04:51:56 WIB
   
2. Menghitung posisi dan keadaan hilal akhir Ramadhan 1434 H :
   
 
a. Ijtima' Akhir Ramadhan 1434 H. Terjadi pada : Rabu (Pon), 7 Agustus 2013 M. Pukul 04:51:56 WIB
   
b. Mencari Sudut Waktu Matahari saat terbenam :
  Data pada pukul 11:00 GMT (Perkiraan matahari terbenam) :
 
Lintang Tempat (L) = -8° 10' 00.00"
Deklinasi Matahari (Dm) = 16° 34' 53.13"
Perata Waktu (e) = -0° 05' 52.11"
Semi Diameter (Sd) = 0° 15' 46.14508"
Refraksi (Ref) = 0° 34' 30"
Kerendahan Ufuk (Ku) = 1.76 * Sqrt(Tinggi Tempat) / 60
  = 0° 37' 20.11428"
Koreksi Waktu Daerah (Kwd) = ((ZonaWaktu x 15) - Bujur Tempat) / 15
  = -0° 30' 48.00"
  Rumus Tinggi Matahari (Hm) :
 
Hm = 0° - Sd - Ref - Ku
  = 0° 15' 46.14508" - 0° 34' 30" - 0° 37' 20.11428"
  = -1° 27' 36.26"
  Rumus Sudut Waktu Matahari (Tm) :
 
Cos(Tm) = -Tan(L) x Tan(Dm) + Sin(Hm) / Cos(L) / Cos(Dm)
  = 0.909445273951147
Tm = 89° 05' 25.86"
c. Mencari perkiraan Matahari Terbenam :
 
Waktu Matahari Terbenam = 12 - e + (Tm/15) - Kwd
  = 17:31:26 WIB (Waktu Lokal)
d. Dapatkan Data Ephemeris untuk Ascensio Rekta Matahari (ARm) dan Ascensio Rekta Bulan (ARb) pada saat terbenam matahari :
 
ARm = 137° 33' 00.82"
ARb = 141° 50' 09.64"
e. Mencari Sudut Waktu Bulan (Tb)
 
Tb = ARm - ARb + Tm
  = 84° 48' 17.04"
f. Dapatkan Data Ephemeris untuk Deklinasi Bulan (Db) pada saat terbenam matahari :
 
Db = 9° 47' 57.19"
g. Mencari Tinggi Hakiki Bulan (Hb_Hakiki) :
 
Sin(Hb_Hakiki) = Sin(L) x Sin(Db) + Cos(L) x Cos(Db) x Cos(Tb)
  = 3° 40' 31.36"
Hb_Hakiki = 3° 40' 31.36"
h. Mencari Tinggi Lihat / Mar'i Bulan (Hb_Lihat) :
  Data :
Horizontal Parallax (Hp) = 0° 54' 51.56"
Semi Diameter Bulan (Sdb) = 0° 14' 56.89"
Parallax (Px) = Cos(Tb) x HP
  = 0° 54' 44.78"
Hb_Lihat = Tb_Hakiki - Px + Sdb + Ref + Ku
  = 3° 51' 45.58"
i. Menghitung Lama Hilal Diatas Ufuk (LHU) :
 
LHU = Hb_Lihat + 0°4'
  = 3° 51' 45.58382" x 0°4'
  = 15 m 27.04 s (Jika negatif maka = 0s)
j. Menghitung saat Hilal Terbenam / Ghurub (HG) :
 
HG = Waktu Matahari Terbenam + LHU
  = 17:46:53 + 15 m 27.04 s
  = 17:46:53 WIB
k. Mencari Azimuth Matahari (Am) dan Azimuth Bulan (Ab)
  1. Azimuth Matahari :
 
Cot(Arah Matahari) = -Sin(L) / Tan (Tm) + Cos(L) x Tan(Dm) / Sin(Tm)
  = 16° 43' 27.18"
Arah Matahari = 16° 16' 19.07" diukur dari titik barat ke utara
Am = 286° 16' 19.07"
  2. Azimuth Bulan :
 
Cot(Arah Bulan) = -Sin(L) / Tan (Tb) + Cos(L) x Tan(Db) / Sin(Tb)
  = 10° 34' 33.53"
Arah Bulan = 10° 27' 29.75" diukur dari titik barat ke utara
Ab = 280° 27' 29.75"
l. Letak dan Posisi Hilal :
 
Letak dan posisi hilal berada di belahan Utara dan di sebelah Kiri matahari.
Sejauh 5° 48' 49.95".
Dengan keadaan Hilal di atas ufuk.
     
3. Kesimpulan :
1. Ijtima' akhir : Ramadhan 1434 H. Untuk penentuan awal bulan Syawwal 1434 H.
Terjadi pada Rabu (Pon), 7 Agustus 2013 M. Pukul 04:51:56 WIB
2. Terbenam matahari Pukul 17:31:26 WIB
3. Tinggi hilal hakiki : 3° 40' 31.36", Tinggi hilal lihat/mar'i : 3° 51' 45.58"
4. Lama hilal di atas ufuq : 15 m 27.04 s
5. Hilal terbenam pada pukul : 17:46:53 WIB
6. Arah Matahari : 16° 16' 19.07" diukur dari titik barat ke utara
  Arah Bulan : 10° 27' 29.75" diukur dari titik barat ke utara
  Azimuth Matahari : 286° 16' 19.07"
  Azimuth Bulan : 280° 27' 29.75"
7. Letak dan posisi hilal berada di belahan Utara dan di sebelah Kiri matahari.
Sejauh 5° 48' 49.95".
Dengan keadaan Hilal di atas ufuk.
8. Sudut Elongasi Bulan : 8° 33' 39.22"
9. Tanggal 1 Syawwal 1434 H. Diperkirakan jatuh pada tanggal : 8 Agustus 2013.
   
  Keterangan Kriteria :
- Wujudul Hilal : Awal bulan terjadi jika Ijtima sebelum matahari terbenam, dan matahari terbenam terlebih dahulu daripada bulan.

- MABIMS (Yang Dipakai Kementerian Agama RI sekarang) : Awal bulan terjadi jika Ijtima sebelum matahari terbenam, matahari terbenam terlebih dahulu daripada bulan, Tinggi Hilal di atas 2°, Umur hilal di atas 8 Jam, dan Sudut Elongasi Bulan di atas 3°.

- Imkanul Rukyat : Awal bulan terjadi jika Tinggi Hilal di atas 2°.
 

WALLOHU A'LAMU BISSOWAB

Di Hitung Oleh




Santri PP. Al Asyraf
Read More..

ZAKAT FITRAH DENGAN UANG RUPIAH

Posted by Wafie Rabu, 31 Juli 2013 1 komentar

Menurut Syafi`iyah: Mengeluarkan zakat dalam bentuk qimah TIDAK di-PERBOLEH-kan. Pemilik sapi yg sdh wajib zakat, dia harus mengeluarkan zakat berupa sapi, tdk boleh diganti uang sebesar sapi zakawi dst. Dan misalnya zakat Fitrah org jawa (makanan pokok beras) wajib berupa beras 1 sha` = 4 mud; 1 mud= 6 ons. Jadi 1 sha` = 24 ons (2,4 kg). Beras sebesar itu yang harus dibayarkan oleh muzakki. Dia tdk boleh membayar dlm bentuk uang sebesar harga beras tsb. Sekali lagi, kalau kaum muslimin mau zakat fitrah menurut Syafi`iyah, maka mereka harus mengeluarkanberas 24 ons (1 sha`). Zakat fitrah wajib dikeluarkan berupa makanan pokok daerah setempat dan tidak boleh berupa uang. Ini menurut pendapat madzhab Syafi’i. Adapun menurut madzhab Maliki, boleh mengeluarkan zakat fitrah dengan uang senilai makanan pokok (beras) yang dikeluarkan, namun makruh. Sedangkan menurut pendapat madzhab Hanafi boleh mengeluarkan berupa uang senilai setengah sha’ gandum atau tepung gandum setara dengan 1,907 kg (jika digenapkan menjadi 2 kg). ANJURAN : tetap mengamalkan pendapat madzhab Syafi’i yaitu berupa makanan pokok (beras). Adapun jika ingin memberikan uang (bukan beras) tanpa keluar dari madzhab Syafi’i, bisa disiasati dengan cara : membeli beras 1 sha’ dari seorang mustahiq lalu ia menyerahkan beras itu kepada mustahiq (penjual beras tadi) sebagai zakat fitrahnya. Setelah diterima, mustahiq menjual kembali beras itu kepada orang lain yang nantinya ia akan berzakat kepadanya. Begitu seterusnya secara berulang-ulang.
Menurut Hanafiyyah, di-PERBOLEH-kan mengeluarkanzakat dalam bentuk qimah. Kalau kita mau mengeluarkanzakat dalam bentuk uang misalnya,maka kita harus taqlid pada madzhab Hanafi. Hanya saja utk masalah zakat fitrah, ukuran sha` dalam hanafiyyah adalah 1.5 sha` jumhur fuqaha’ (Fiqhuz zakah al-Qardhawi vol 2 hal: 998). Kalau 1 sha` syafi`iyyah adalah 24 ons, maka sha` Hanafiyyah adalah: 36 ons (3,6 kg). Kalau kita mau membayar zakat dalam bentuk uang, maka besaran uang harus sesuai ukuran sha` Hanafiyyah (36 ons). Umpama harga beras 1 kg= Rp. 8.000, maka zakat fitrah dlam bentu rupiah adlah 3,6 kg x Rp. 8.000,-. Tidak boleh diambil enaknya. Membayar zakat dalam bentuk uang (taklid Hanafiyyah) dengan mengikuti ukuran sha` Syafi`iyyah (2.4 kg).
Wallahu A`lam bish Shawab.
Read More..

Hukum Bermusik dalam Islam

Posted by Wafie Senin, 22 Juli 2013 0 komentar

Dalam mazhab Syafii terjadi khilaf para ulama tentang hukum menggunakan rebana.

HUKUM ALAT MUSIK.

Menurut pendapat yang mu`tamad hukumnya mubah baik pada acara perkawinan, khitan ataupun acara lainnya. tetapi yang lebih baik meninggalkannya.
Haram hukumnya pada selain acara perkawinan dan khitan. Ini adalah pendapat Al Baghwy didalam kitab Tahzib, Abu Ishaq Asy Syirazi didalam Al Muhazzab, Ibnu Abi `Ashrun dan ulama lainnya.
Mubah pada perkawinan dan khitan, sedangkan pada selain keduanya makruh. Ini adalah pendapat Abu Thayyib di dalam kitab Ta`liqnya.
Menurut pendapat ulama mutakhirin disunatkan pada acara perkawinan dan khitan. Ini adalah pendapt yang dipegang oleh Al Baghwy dalam kitab syarah sunnahnya.

Didalam Fatawy Abi Al Laisty As Samarqandy Al Hanafy disebutkan bahwa memukul rebana pada selain perkawinan dan khitan hukumnya khilaf para ulama:
Makruh
Mubah mutlaq. Ini adalah pendapat yang dipegang oleh Imam Haramain dan Imam Ghazaly.
Mubah pada perkawinan, hari raya, kedatangan orang dari tempat yang jauh dan setiap kegembiraan. Ini adalah pendapat Imam Ghazaly didalam Ihya, Al Qurthuby Al Maliky didalam Kasyful Qina`

Para ulama yang mengatakan sunat menggunakan rebana pada acara perkawinan dan khitan berpegang kepada satu hadis yang diriwayatkan oleh At Turmuzi.

فصل ما بين الحلال و الحرم الضرب بالدف
Artinya
"pemisah antara halal dan haram adalah memukul rebana"

Dan satu hadis yang diriwaytkan oleh Ibn Hibban:

أنه صلى الله عليه وسلم لما رجع إلى المدينة من بعض مغازيه جاءته جارية سوداء فقالت يا رسول الله إني نذرت إن ردك الله سالما أن أضرب بين يديك بالدف وأتغنى فقال لها إن كنت نذرت فأوف بنذرك رواهما ابن حبان وغيره

Artinya:
Sesungguhnya Rasulullah SAW manakala kembali dari satu peperangan, datanglah hamba sahaya hitam dan berkata Ya Rasulullah Saya bernazar jika Allah mengembalikan kamu dengan selamat, maka aku akan memukul rebana dan bernyanyi, Rasulullah berkata kepadanya jika kamu telah bernazar maka sempurnakanlah nazarmu.(H.R Ibnu Hibban)

Ibnu Hibban telah menggapgap shaheh kedua hadis tersebut.
Selain berdasarkan hadis tersebut ada juga hadis lainnya tetapi sanadnya dhaif:

إعلنوا بالنكاح واضربوا عليه بالغزبل (الدف

Para ulama yang berpendapat mubah mengatakan bahwa amar pada hadis tersebut mengandung makna ibahah karena pada dasarnya rebana tersebut termasuk kedalam katagori lahwi yang tercela. Selain itu didalam satu riwayat disebutkan Abu Bakar ra menamai rebana dihadapan Rasulullah dengan "nyanyian iblis" sedangkan Rasullah tidak mengingkarinya.

Para ulama juga berselisih pendapat bila rebana tersebut memakai "jalajil"(kericingan dipinggir rebana). Menurut pendapat yang Ashah dibolehkan.

Al-Ghazali menegaskan sebab pengharaman alat yang dipetik dan ditiup (seperti seruling) sebagaimana yang disebut dalam hadith Nabi SAW bukan karena alat tersebut menimbulkan kelezatan kepada pendengar. Sekiranya demikian sudah tentulah diharamkan semua jenis suara atau irama yang membangkitkan kelazatan kepada pendengar, gendang, rebana kecil (duf) dan binatang-binatang seperti burung mempunyai potensi untuk menghasilkan irama-irama merdu yang mampu membangkitkan kelezatan di dalam sudut hati pendengar. Walau bagaimanapun Islam tidak mengharamkan suara-suara tersebut. Oleh itu Al-Ghazali menyatakan sebab pengharaman alat yang disebut di dalam hadith-hadith Nabi SAW adalah karena alat-alat tersebut biasa digunakan oleh ahli-ahli fasiq, maksiat dan peminum-peminum arak dan menjadi syiar mereka.

Al-Ghazali seterusnya menguraikan sebab tersebut di dalam pernyataan - pernyataan di bawah:

Irama alat tersebut mengajak pendengar kepada arak karena kelezatan iramanya disempurnakan dengan meminum arak. Hal ini ada persamaannya dengan pengharaman meminum sedikit arak walaupun ia tidak memabukkan karena dapat membawa kepada meminum kadar arak yang memabukkan.
Kepada orang yang baru kenal dengan arak, bunyi-bunyi alat tersebut dapat mengingatkannya kepada tempat-tempat maksiat. Perlakuan “mengingat” ini boleh membawa kepada perlakuan meminum arak.
Alat-alat tersebut adalah syiar ahli fasiq dan maksiat. Mereka menggunakan alat tersebut untuk bersuka ria di dalam majlis-majlis mereka. Berdasarkan kepada sebab ini, dianjurkan meninggalkan perkara-perkara sunnah yang menjadi syiar ahli bid’ah untuk mengelakkan menyerupai mereka. Pengharaman al-kubah adalah karena ia biasa digunakan oleh lelaki-lelaki pondan. Sekiranya tidak sudah tentu tiada beda antaranya dengan gendang haji, gendang perang dan seumpamanya.

Begitulah pandangan Imam Al-Ghazali tentang hukum penggunaan alat-alat musik. Beliau melihat di sana wujudnya sebab diharamkan alat-alat yang disebut pengharamannya melalui lisan Nabi SAW. Sekiranya hilang (gugur) sebab tersebut sudah tentulah gugur hukum pengharamannya. Bagi beliau semua perkara yang baik (At-Thayyibat) adalah halal melainkan perkara-perkara yang boleh membawa kepada kerosakan.
Firman Allah SWT:
“Katakanlah wahai Muhammad, siapakah yang mengharamkan perhiasan Allah yang telah dikeluarkan untuk hamba-hambaNya dan mengharamkan rezeki yang halal.” (Surah Al-A’raaf : 3)
Justru itu suara dan irama yang dihasilkan melalui alat-alat musik, tidak haram ain atau zatnya tetapi ia menjadi haram hukumnya disebabkan unsur-unsur luaran sebagaimana diterangkan di atas.


ulama-ulama masa kini yang mengharuskan penggunaan seluruh alat muzik tanpa ada pengecualian tetapi mereka meletakkan syarat-syarat dan batas-batas penggunaan alat tersebut agar tidak bertentangan dengan hukum Allah SWT. Mereka yang berpendapat demikian antaranya ialah:

Dr. Yusuf Al-Qardhawi di dalam kitabnya Malamih Al-Mujtama’ Al-Muslim.
Dr. Abdul Karim Zaidan dalam bukunya Al-Mufassal fi Ahkam Al-Mar’ah wa Baitil Muslim juzuk 4 bab 8 iaitu Babul Lahwi wal La’ab.
Dr. Mohammad Imarah di dalam bukunya Al-Islam wal Funun Al-Jamilah.
Dr. Kaukab ‘Amir dalam bukunya As-Simaa’ ‘Inda As-Sufiyyah.

Pendapat mereka sama dengan pandangan beberapa ulamak terdahulu seperti Ibnu Hazm Al-Andalusi, Ibn Tahir Al-Qaisarani, Abdul Ghani An-Nablusi, Al-Kamal Jaafar Al-Idfawi Asy-Syafie dan Al-Imam Mohd. Asy-Syazili At-Tunisi.

Sebagian daripada mereka seperti Al-Qardhawi berpendapat demikian kerana hadith-hadith yang mengharamkan alat-alat musik pada pandangan beliau sama ada sahih ghair sarih (sahih tetapi tidak nyata) ataupun sarih ghair sahih (nyata tetapi tidak sahih). Nas-nas yang seumpama ini tidak mampu untuk memutuskan hukum karena hukum mestilah diputuskan dengan nas yang sahih wa sarih (sahih dan nyata).

Read More..

Hukum Menjual Makanan di Siang Bulan Ramadhan

Posted by Wafie Sabtu, 20 Juli 2013 0 komentar

Bolehkah menjual makanan disiang hari pada saat bulan Ramadlan?

Jawab: Tidak boleh, karena mendorong terjadinya​ maksiat. Kecuali menjual makanan untuk persiapan buka puasa.

Referensi:

​إعانة الطالبين الجزء الثالث صحـ : 29 – 30 مكتبة دار الفكر(وَ) حَرُمَ أَيْضًا ( بَيْعُ نَحْوِ عِنَبٍ مِمَّنْ ) عُلِمَ أَوْ ( ظُنَّ أَنَّهُ يَتَّخِذُه​ُ مُسْكِرًا)​ لِلشُّرْبِ​ وَاْلاَمْر​َدِ مِمَّنْ عُرِفَ بِالْفُجُو​ْرِ بِهِ وَالدِّيْك​ِ لِلْمُهَار​َشَةِ وَالْكَبْش​ِ لِلْمُنَاط​َحَةِ وَالْحَرِي​ْرِ لِرَجُلٍ يَلْبَسَهُ​ وَكَذَا بَيْعُ نَحْوِ الْمِسْكِ لِكَافِرٍ يَشْتَرِيْ​ لِتَطْيِيْ​بِ الصَّنَمِ وَالْحَيَو​َانِ لِكَافِرٍ عُلِمَ أَنَّهُ يَأْكُلُهُ​ بِلاَ ذَبْحٍ ِلأَنَّ اْلأَصَحَّ​ أَنَّ الْكُفَّار​َ مُخَاطَبُو​ْنَ بِفُرُوْعِ​ الشَّرِيْع​َةِ كَالْمُسْل​ِمِيْنَ عِنْدَنَا خِلاَفًا ِلأَبِيْ حَنِيْفَةَ​ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ فَلاَ يَجُوْزُ اْلإِعَانَ​ةُ عَلَيْهِمَ​ا وَنَحْوِ ذَلِكَ مِنْ كُلِّ تَصَرُّفٍ يُفْضِيْ إِلَى مَعْصِيَةٍ​ يَقِيْنًا أَوْ ظَنًّا وَمَعَ ذَلِكَ يَصِحُّ الْبَيْعُ وَيُكْرَهُ​ بَيْعُ مَا ذُكِرَ مِمَّنْ تُوُهِّمَ مِنْهُ ذَلِكَ ( وَقَوْلُهُ​ مِنْ كُلِّ تَصَرُّفٍ يُفْضِيْ إِلَى مَعْصِيَةٍ​ ) بَيَانٌ لِنَحْوٍ وَذَلِكَ كَبَيْعِ الدَّابَّة​ِ لِمَنْ يُكَلِّفُه​َا فَوْقَ طَاقَتِهَا​ وَاْلأَمَّ​ةِ عَلَى مَنْ يَتَّخِذُه​َا لِغِنَاءٍ مُحَرَّمٍ وَالْخَشَب​ِ عَلَى مَنْ يَتَّخِذُه​ُ آلَةَ لَهْوٍ وَكَإِطْعَ​امِ مُسْلِمٍ مُكَلَّفٍ كَافِرًا مُكَلَّفًا​ فِيْ نَهَارِ رَمَضَانَ وَكَذَا بَيْعُهُ طَعَامًا عَلِمَ أَوْ ظَنَّ أَنَّهُ يَأْكُلُهُ​ نَهَارًا ( قَوْلُهُ وَمَعَ ذَلِكَ إِلَخْ ) رَاجِعٌ لِجَمِيْعِ​ مَا قَبْلَهُ أَيْ وَمَعَ تَحْرِيْمِ​ مَا ذُكِرَ مِنْ بَيْعِ نَحْوِ الْعِنَبِ وَمَا ذُكِرَ بَعْدُ يَصِحُّ الْبِيْعُ اهـ

Read More..

Manfaat Sahur

Posted by Wafie Jumat, 19 Juli 2013 0 komentar
Dari sahabat Anas Bin Malik Ra, beliau berkata, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Makan sahurlah kalian, karena sesungguhnya dalam makanan sahur terdapat barakah” (HR. Muttafaqun ‘alaih)

Imam Ibn Hajar rahimahullah menjelaskan tentang keberkahan dalam sahur, ditinjau dari berbagai sisi, sebagai berikut :

  • Mengikuti sunnah Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam
  • Pembeda dengan puasa ahli kitab, berdasarkan hadits dari Amru bin Al Ash dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda, “Pembeda antara puasa kita dengan puasanya Ahli Kitab ialah makan sahur” (HR. Muslim)
  • Menguatkan badan dalam melaksanakan ibadah puasa.
  • Menambah semangat agar semakin rajin beribadah.
  • Menolak buruknya akhlaq yang dapat timbul akibat rasa lapar.
  • Dapat menjadi sebab untuk bershadaqah kepada yang membutuhkan makanan sahur, atau dapat juga menjadi kesempatan untuk makan bersama-sama mereka.
  • Menjadi sebab menjalankan dzikir dan doa pada waktu yang diduga merupakan waktu terkabulkannya doa.
  • Waktu sahur dapat digunakan untuk menyusuli niat puasa bagi mereka yang lalai niat sebelum tidurnya.

Fath al-Baari IV/140
Read More..

SIMAK PENJELASAN HABIB MUNZIR MENGENAI SHALAT TARAWIH DENGAN CEPAT :

Posted by Wafie Kamis, 11 Juli 2013 0 komentar

Mengenai pelaksanaan Tarawih dengan cepat adalah fatwa Madzhab Syafii, karena mesti dibuat lebih ringan dan cepat daripada shalat fardhu, karena tarawih adalah shalat sunnah yg dilakukan secara berjamaah, maka
tidak boleh disamakan dengan shalat fardhu, Ihtiraaman wa ta'dhiiman lishalatilfardh (demi memuliakan shalat fardhu) diatas shalat sunnah. melakukan shalat sunnah dengan cepat adalah diperbolehkan bahkan pernah dilakukan oleh Rasul saw, dalilnya adalah bahwa riwayat Aisyah ra bahwa Rasul saw pernah melakukan shalat sunnah sedemikian cepatnya seakan beliau tidak shalat dari cepatnya. (Shahih Bukhari). riwayat lainnya bahwa Rasul saw melakukan shalat sedemikian cepatnya seakan beliau saw tak membaca fatihah, akan tetapi beliau tetap menyempurnakan rukuk dan sujudnya (Shahih Bukhari)

Demikian riwayat riwayat diatas memberikan kefahaman bagi kita bahwa shalat sunnah boleh cepat, dan pada madzhab Syafii bahwa shalat Tarawih berjamaah hendaknya dipercepat agar tak disamakan
dengan shalat fardhu, juga sekaligus mengenalkan kembali sunnah Nabi saw, bahwa Nabi saw pun sering melakukan shalat sunnah dengan cepat, pengingkaran dimasa kini adalah karena muslimin sudah tidak lagi
mengetahui bahwa shalat sunnah dengan cepat itu adalah sunnah Nabi saw, maka perlu dihidupkan dan dimakmurkan agar muslimin tidak alergi dan kontra terhadap sunnah Nabinya saw.

Mengenai orang tua yg tak mampu mengikuti cepatnya gerakan Imam sebaiknya duduk, shalatnya tetap sah karena shalat sunnah boleh dilakukan sambil duduk walaupun tidak udzur sekalipun, berbeda dengan shalat fardhu yg tak boleh dilakukan sambil duduk kecuali ada udzur, ukuran tumaninah adalah 1X mengucap subhanallah, yaitu sekitar kurang sedikit dari satu detik. namun hal ini masih asing diantara muslimin masa kini

Majelis Nurul Musthofa Depok Bogor Semoga Bermanfaat
Read More..

Mengapa Di Indonesia Ada Gelar Haji?

Posted by Wafie 0 komentar
Jamaah Haji Asal Indonesia




















- Gelar haji Konon hanya dipakai oleh bangsa melayu. Tidak ada dalil yang mengharuskan jika setelah menunaikan ibadah haji harus diberi gelar haji/hajjah. Bahkan sahabat Rasulullah pun tidak ada yang dipanggil haji.

Sejarah pemberian gelar haji dimulai pada tahun 654H, pada saat kalangan tertentu di kota Makkah bertikai dan pertikaian ini menimbulkan kekacauan dan fitnah yang mengganggu keamanan kota Makkah.



Karena kondisi yang tidak kondusif tersebut, hubungan kota Makkah dengan dunia luar terputus, ditambah kekacauan yang terjadi, maka pada tahun itu ibadah haji tidak bisa dilaksanakan sama sekalai, bahkan oleh penduduk setempat juga tidak.

Setahun kemudian setelah keadaan mulai membaik, ibadah haji dapat dilaksanakan. Tapi bagi mereka yang berasal dari luar kota Makkah selain mempersiapkan mental, mereka juga membawa senjata lengkap untuk perlindungan terhadap hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan perengkapan ini para jemaah haji ibaratkan mau berangkat ke medan perang.

Sekembalinya mereka dari ibadah haji, mereka disambut dengan upacara kebesaran bagaikan menyambut pahlawan yang pulang dari medan perang. Dengan kemeriahan sambutan dengan tambur dan seruling, mereka dielu-elukan dengan sebutan “Ya Hajj, Ya Hajj”. Maka berawal dari situ, setiap orang yang pulang haji diberi gelar “Haji”.

Gelar Haji di Indonesia
Di zaman penjajahan belanda, pemerintahan kolonial sangat membatasi gerak-gerik umat muslim dalam berdakwah, segala sesuatu yang berhubungan dengan penyebaran agama terlebih dahulu harus mendapat ijin dari pihak pemerintah belanda. Mereka sangat khawatir dapat menimbulkan rasa persaudaraan dan persatuan di kalangan rakyat pribumi, lalu menimbulkan pemberontakan.


Masalahnya, banyak tokoh yang kembali ke tanah air sepulang naik Haji membawa perubahan. Contohnya adalah Muhammad Darwis yang pergi haji dan ketika pulang mendirikan Muhammadiyah, Hasyim Asyari yang pergi haji dan kemudian mendirikan Nadhlatul Ulama, Samanhudi yang pergi haji dan kemudian mendirikan Sarekat Dagang Islam, Cokroaminoto yang juga berhaji dan mendirikan Sarekat Islam.

Hal-hal seperti inilah yang merisaukan pihak Belanda. Maka salah satu upaya belanda untuk mengawasi dan memantau aktivitas serta gerak-gerik ulama-ulama ini adalah dengan mengharuskan penambahan gelar haji di depan nama orang yang telah menunaikan ibadah haji dan kembali ke tanah air. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintahan Belanda Staatsblad tahun 1903. Pemerintahan kolonial pun mengkhususkan P. Onrust dan P. Khayangan di Kepulauan Seribu jadi gerbang utama jalur lalu lintas perhajian di Indonesia.

Jadi demikianlah, gelar Haji pertama kali dibuat oleh pemerintahan kolonial dengan penambahan gelar huruf “H” yang berarti orang tersebut telah naik haji ke mekah. Seperti disinggung sebelumnya, banyak tokoh yang membawa perubahan sepulang berhaji, maka pemakaian gelar H akan memudahkan pemerintah kolonial untuk mencari orang tersebut apabila terjadi pemberontakan.

Uniknya, pemakaian gelar tersebut sekarang malah jadi kebanggaan. Tak lengkap rasanya bila pulang berhaji tak dipanggil “Pak Haji” atau “Bu Hajjah”. Ritual ibadah yang berubah makna menjadi prestise? 


 di samping itu emakaian gelar haji juga akan mendekatkan kepada riya


Dalam surah al-baqarah ayat 264 Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَى كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ


“Wahai orang-orang yang beriman, Jangan rusakkan (pahala amal) sedekah kamu dengan perkataan membangkit-bangkit dan (kelakuan yang) menyakiti, seperti (rusaknya pahala amal sedekah) orang yang membelanjakan hartanya karena hendak menunjuk-nunjuk kepada manusia (riya’)…”.

Wallo a'lamu bissowab
Read More..

Pengajian tanggal 1 Ramadan 1434 H Amalan-amalan Utama di Bulan Ramadan

Posted by Wafie Selasa, 09 Juli 2013 0 komentar

1. Membaca Al-Qur`an. Al-Qur`an diturunkan pertama kali di bulan Ramadhan. Tidak heran, jika Nabi lebih sering dan lebih banyak membaca Al-Qur`an dibandingkan di bulan-bulan yang lain. Diantara keutamaan membaca al-Qur`an, sabda Rasul SAW: من قرأ حرفاً من كتاب الله فله حسنةٌ، والحسنة بعشر أمثالها لا أقول: ألم حرفٌ، ولكن: ألفٌ حرفٌ، ولامٌ حرفٌ، وميمٌ حرفٌ رواه الترمذي  “Barangsiapa membaca satu huruf dari al-Qur`an baginya satu pahala dan kebaikan itu digandakan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak bermaksud mengatakan ‘Alif Laam Miim” satu huruf. Tapi, alif satu huruf, laam satu huruf dan miim satu huruf berikutnya. (HR. Turmudzi)

2. Memperbanyak Sedekah Islam adalah agama yang mengajak dan menganjurkan orang untuk suka memberi, berbuat kebaikan dan mengamalkan kebajikan. Bulan ramadan bukan saja sebagai bulan ibadah individual tapi juga bulan yang berdimensi sosial.  Rasulullah jika telah masuk bulan Ramadan kedermawanannya  semakin luar biasa. Sahabat menggambarkan keringanan tangan nabi melebihi kecepatan hembusan angin.

3. Memberi Buka pada Orang yang Berpuasa. Rasulullah SAW bersabda: من فطر صائماً، كان له مثل أجره،  من غير أنه لا ينقص من أجر الصائم شيءٌ.رواه الترمذي “Barangsiapa memberikan makanan berbuka kepada orang berpuasa maka baginya pahala serupa yang diberikan kepada orang yang berpuasa. Hanya saja pahala orang yang berpuasa tidak terkurangai sedikit pun.” (HR. Turmudzi)

4. Melaksanakan Qiyamul Lail Rasulullah SAW bersabda : من قام رمضان إيماناً واحتساباً غفر له ما تقدم من ذنبه متفقٌ عليه “Barangsiapa melaksanakan qiyamul lail (salat tarawih) karena iman dan mengarapa pahala, maka dosanya yang telah lewat diampuni.” (HR. Bukhari-Muslim).

5. Melaksanakan Ibadah Umrah Rasulullah SAW bersabda: عُمْرَةٌ في رَمَضَانَ تَعْدِلُ حَجَّةً - أَوْ حَجَّةً مَعِي متفقٌ عَلَيْهِ “Menunaikan ibadah umar di bulan Ramadan (pahalanya) menyamai haji. Atau dikatakan, “Haji bersamaku.” (HR Bukhari-Muslim)

6. Mencari Lailatul Qadar Malam-malam ganjil pada sepuluh hari terakhir adalah saat-saat malam di mana kita menunggu kedatangan lailatul qadar, maka kita buru salah satu malam yang lebih baik dari seribu bulan, yaitu malam lailatul qadar. Rasulullah SAW bersabda: من قام ليلة القدر إيماناً واحتساباً، غفر له ما تقدم من ذنبه. متفقٌ عليه “Barangsiapa mengerjakan qiyamul lail pada Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan pengharapan, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu…” (HR. Bukhari)

Read More..

Muamalah Rasululloh SAW

Posted by Wafie Sabtu, 06 Juli 2013 0 komentar

Ketika Rasulullah Sollollhu alaihi wa sallam meninggal dunia baju besi beliau digadaikan(Rohn) di seorang yahudi yg bernama " Abu Syahm Al Yahudii "
utk 30 shoo' gandum

"Abu Syahm Al Yahuudi adalah Pedagang,tapi dia juga seorang renteinir dan penjual minuman keras.

Ulama berpendapat, Nabi Muhammad SAW melakukan ini krn 2 perkara :
1) utk memberitahu bahwa seorang Muslim di sebagaian keadaan diperbolehkan bermu'amalah dgn orang yg hartanya bercampur antara halal dan haram dan boleh bermuamalah dgn selain orang islam spt ahlu kitab, tapi kalo yakin diberikan dr harta yg haram maka hukumnya haram.

2) Rasulullah tau kalo pinjam dari sahabat pasti sahabat akan membebaskannya (memberikannya tanpa harus hutang),Rasulullah SAW tidak menginginkan hal itu

(dinukil dr syarh kitab "YAQUUTUN NAFIIS"

karya Habib Muhammad bin Ahmad bin Umar Assyatiri

Bab "Rohn")

Read More..

SEBAGIAN ‘AMALIAH DI MALAM NISFU SYA’BAN

Posted by Wafie Minggu, 23 Juni 2013 0 komentar


Membaca surah yasiin sebanyak 3x sesudah sembahyang sunat ba’diah maghrib dengan Niat sebagai berikut:

1. NIAT YANG PERTAMA

BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIIM
Ya Allah Ya Tuhanku ampunilah segala Dosaku dan Dosa ibu bapaku dan Dosa keluargaku dan dosa jiranku dan Dosa muslimin dan muslimat, dan panjangkanlah umurku di dalam tha’at ibadat kepada engkau dan kuatkanlah imanku dengan berkat surat Yasiin.

2. NIAT YANG KE DUA

BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIIM
Ya ALLAH YA TUHANKU ampunilah segala dosaku dan dosa ibu bapaku dan dosa keluargaku dan dosa jiranku dan dosa muslimin dan muslimat, dan peliharakanlah diriku dari segala kebinasaan dan penyakit, dan kabullanlah hajatku dengan berkat surat Yasiin.

3.NIAT YANG KETIGA

BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIIM
YA ALLAH YA TUHANKU ampunilah segala dosaku dan dosa ibu bapaku dan dosa keluargaku dan dosa jiranku dan dosa muslimin dan muslimat, dan kayakanlah hatiku dari segala makhluk dan berilah aku dan kelurgaku dan jiranku HUSNUL KHATIMAH dengan berkat surat Yasiin.

Amalan di Malam Nishfu Sya’ban

mengenai doa dimalam nisfu sya’ban adalah sunnah Rasul saw, sebagaimana hadits2 berikut :
Sabda Rasulullah saw : “Allah mengawasi dan memandang hamba hamba Nya di malam nisfu sya’ban, lalu mengampuni dosa dosa mereka semuanya kecuali musyrik dan orang yg pemarah pada sesama muslimin” (Shahih Ibn Hibban hadits no.5755)

berkata Aisyah ra : disuatu malam aku kehilangan Rasul saw, dan kutemukan beliau saw sedang di pekuburan Baqi’, beliau mengangkat kepalanya kearah langit, seraya bersabda : “Sungguh Allah turun ke langit bumi di malam nisfu sya’ban dan mengampuni dosa dosa hamba Nya sebanyak lebih dari jumlah bulu anjing dan domba” (Musnad Imam Ahmad hadits no.24825)

berkata Imam Syafii rahimahullah : “Doa mustajab adalah pada 5 malam, yaitu malam jumat, malam idul Adha, malam Idul Fitri, malam pertama bulan rajab, dan malam nisfu sya’ban” (Sunan Al Kubra Imam Baihaqiy juz 3 hal 319).

dengan fatwa ini maka kita memperbanyak doa di malam itu, jelas pula bahwa doa tak bisa dilarang kapanpun dan dimanapun, bila mereka melarang doa maka hendaknya mereka menunjukkan dalilnya?,

bila mereka meminta riwayat cara berdoa, maka alangkah bodohnya mereka tak memahami caranya doa, karena caranya adalah meminta kepada Allah,

pelarangan akan hal ini merupakan perbuatan mungkar dan sesat, sebagaimana sabda Rasulullah saw : “sungguh sebesar besarnya dosa muslimin dg muslim lainnya adalah pertanyaan yg membuat hal yg halal dilakukan menjadi haram, karena sebab pertanyaannya” (Shahih Muslim)

disunnahkan malam itu untuk memperbanyak ibadah dan doa, sebagaimana di Tarim para Guru Guru mulia kita mengajarkan murid muridnya untuk tidak tidur dimalam itu, memperbanyak Alqur’an doa, dll

Read More..

Total Tayangan Halaman