ZAKAT FITRAH DENGAN UANG RUPIAH

Posted by Wafie Rabu, 31 Juli 2013 1 komentar

Menurut Syafi`iyah: Mengeluarkan zakat dalam bentuk qimah TIDAK di-PERBOLEH-kan. Pemilik sapi yg sdh wajib zakat, dia harus mengeluarkan zakat berupa sapi, tdk boleh diganti uang sebesar sapi zakawi dst. Dan misalnya zakat Fitrah org jawa (makanan pokok beras) wajib berupa beras 1 sha` = 4 mud; 1 mud= 6 ons. Jadi 1 sha` = 24 ons (2,4 kg). Beras sebesar itu yang harus dibayarkan oleh muzakki. Dia tdk boleh membayar dlm bentuk uang sebesar harga beras tsb. Sekali lagi, kalau kaum muslimin mau zakat fitrah menurut Syafi`iyah, maka mereka harus mengeluarkanberas 24 ons (1 sha`). Zakat fitrah wajib dikeluarkan berupa makanan pokok daerah setempat dan tidak boleh berupa uang. Ini menurut pendapat madzhab Syafi’i. Adapun menurut madzhab Maliki, boleh mengeluarkan zakat fitrah dengan uang senilai makanan pokok (beras) yang dikeluarkan, namun makruh. Sedangkan menurut pendapat madzhab Hanafi boleh mengeluarkan berupa uang senilai setengah sha’ gandum atau tepung gandum setara dengan 1,907 kg (jika digenapkan menjadi 2 kg). ANJURAN : tetap mengamalkan pendapat madzhab Syafi’i yaitu berupa makanan pokok (beras). Adapun jika ingin memberikan uang (bukan beras) tanpa keluar dari madzhab Syafi’i, bisa disiasati dengan cara : membeli beras 1 sha’ dari seorang mustahiq lalu ia menyerahkan beras itu kepada mustahiq (penjual beras tadi) sebagai zakat fitrahnya. Setelah diterima, mustahiq menjual kembali beras itu kepada orang lain yang nantinya ia akan berzakat kepadanya. Begitu seterusnya secara berulang-ulang.
Menurut Hanafiyyah, di-PERBOLEH-kan mengeluarkanzakat dalam bentuk qimah. Kalau kita mau mengeluarkanzakat dalam bentuk uang misalnya,maka kita harus taqlid pada madzhab Hanafi. Hanya saja utk masalah zakat fitrah, ukuran sha` dalam hanafiyyah adalah 1.5 sha` jumhur fuqaha’ (Fiqhuz zakah al-Qardhawi vol 2 hal: 998). Kalau 1 sha` syafi`iyyah adalah 24 ons, maka sha` Hanafiyyah adalah: 36 ons (3,6 kg). Kalau kita mau membayar zakat dalam bentuk uang, maka besaran uang harus sesuai ukuran sha` Hanafiyyah (36 ons). Umpama harga beras 1 kg= Rp. 8.000, maka zakat fitrah dlam bentu rupiah adlah 3,6 kg x Rp. 8.000,-. Tidak boleh diambil enaknya. Membayar zakat dalam bentuk uang (taklid Hanafiyyah) dengan mengikuti ukuran sha` Syafi`iyyah (2.4 kg).
Wallahu A`lam bish Shawab.
Read More..

Hukum Bermusik dalam Islam

Posted by Wafie Senin, 22 Juli 2013 0 komentar

Dalam mazhab Syafii terjadi khilaf para ulama tentang hukum menggunakan rebana.

HUKUM ALAT MUSIK.

Menurut pendapat yang mu`tamad hukumnya mubah baik pada acara perkawinan, khitan ataupun acara lainnya. tetapi yang lebih baik meninggalkannya.
Haram hukumnya pada selain acara perkawinan dan khitan. Ini adalah pendapat Al Baghwy didalam kitab Tahzib, Abu Ishaq Asy Syirazi didalam Al Muhazzab, Ibnu Abi `Ashrun dan ulama lainnya.
Mubah pada perkawinan dan khitan, sedangkan pada selain keduanya makruh. Ini adalah pendapat Abu Thayyib di dalam kitab Ta`liqnya.
Menurut pendapat ulama mutakhirin disunatkan pada acara perkawinan dan khitan. Ini adalah pendapt yang dipegang oleh Al Baghwy dalam kitab syarah sunnahnya.

Didalam Fatawy Abi Al Laisty As Samarqandy Al Hanafy disebutkan bahwa memukul rebana pada selain perkawinan dan khitan hukumnya khilaf para ulama:
Makruh
Mubah mutlaq. Ini adalah pendapat yang dipegang oleh Imam Haramain dan Imam Ghazaly.
Mubah pada perkawinan, hari raya, kedatangan orang dari tempat yang jauh dan setiap kegembiraan. Ini adalah pendapat Imam Ghazaly didalam Ihya, Al Qurthuby Al Maliky didalam Kasyful Qina`

Para ulama yang mengatakan sunat menggunakan rebana pada acara perkawinan dan khitan berpegang kepada satu hadis yang diriwayatkan oleh At Turmuzi.

فصل ما بين الحلال و الحرم الضرب بالدف
Artinya
"pemisah antara halal dan haram adalah memukul rebana"

Dan satu hadis yang diriwaytkan oleh Ibn Hibban:

أنه صلى الله عليه وسلم لما رجع إلى المدينة من بعض مغازيه جاءته جارية سوداء فقالت يا رسول الله إني نذرت إن ردك الله سالما أن أضرب بين يديك بالدف وأتغنى فقال لها إن كنت نذرت فأوف بنذرك رواهما ابن حبان وغيره

Artinya:
Sesungguhnya Rasulullah SAW manakala kembali dari satu peperangan, datanglah hamba sahaya hitam dan berkata Ya Rasulullah Saya bernazar jika Allah mengembalikan kamu dengan selamat, maka aku akan memukul rebana dan bernyanyi, Rasulullah berkata kepadanya jika kamu telah bernazar maka sempurnakanlah nazarmu.(H.R Ibnu Hibban)

Ibnu Hibban telah menggapgap shaheh kedua hadis tersebut.
Selain berdasarkan hadis tersebut ada juga hadis lainnya tetapi sanadnya dhaif:

إعلنوا بالنكاح واضربوا عليه بالغزبل (الدف

Para ulama yang berpendapat mubah mengatakan bahwa amar pada hadis tersebut mengandung makna ibahah karena pada dasarnya rebana tersebut termasuk kedalam katagori lahwi yang tercela. Selain itu didalam satu riwayat disebutkan Abu Bakar ra menamai rebana dihadapan Rasulullah dengan "nyanyian iblis" sedangkan Rasullah tidak mengingkarinya.

Para ulama juga berselisih pendapat bila rebana tersebut memakai "jalajil"(kericingan dipinggir rebana). Menurut pendapat yang Ashah dibolehkan.

Al-Ghazali menegaskan sebab pengharaman alat yang dipetik dan ditiup (seperti seruling) sebagaimana yang disebut dalam hadith Nabi SAW bukan karena alat tersebut menimbulkan kelezatan kepada pendengar. Sekiranya demikian sudah tentulah diharamkan semua jenis suara atau irama yang membangkitkan kelazatan kepada pendengar, gendang, rebana kecil (duf) dan binatang-binatang seperti burung mempunyai potensi untuk menghasilkan irama-irama merdu yang mampu membangkitkan kelezatan di dalam sudut hati pendengar. Walau bagaimanapun Islam tidak mengharamkan suara-suara tersebut. Oleh itu Al-Ghazali menyatakan sebab pengharaman alat yang disebut di dalam hadith-hadith Nabi SAW adalah karena alat-alat tersebut biasa digunakan oleh ahli-ahli fasiq, maksiat dan peminum-peminum arak dan menjadi syiar mereka.

Al-Ghazali seterusnya menguraikan sebab tersebut di dalam pernyataan - pernyataan di bawah:

Irama alat tersebut mengajak pendengar kepada arak karena kelezatan iramanya disempurnakan dengan meminum arak. Hal ini ada persamaannya dengan pengharaman meminum sedikit arak walaupun ia tidak memabukkan karena dapat membawa kepada meminum kadar arak yang memabukkan.
Kepada orang yang baru kenal dengan arak, bunyi-bunyi alat tersebut dapat mengingatkannya kepada tempat-tempat maksiat. Perlakuan “mengingat” ini boleh membawa kepada perlakuan meminum arak.
Alat-alat tersebut adalah syiar ahli fasiq dan maksiat. Mereka menggunakan alat tersebut untuk bersuka ria di dalam majlis-majlis mereka. Berdasarkan kepada sebab ini, dianjurkan meninggalkan perkara-perkara sunnah yang menjadi syiar ahli bid’ah untuk mengelakkan menyerupai mereka. Pengharaman al-kubah adalah karena ia biasa digunakan oleh lelaki-lelaki pondan. Sekiranya tidak sudah tentu tiada beda antaranya dengan gendang haji, gendang perang dan seumpamanya.

Begitulah pandangan Imam Al-Ghazali tentang hukum penggunaan alat-alat musik. Beliau melihat di sana wujudnya sebab diharamkan alat-alat yang disebut pengharamannya melalui lisan Nabi SAW. Sekiranya hilang (gugur) sebab tersebut sudah tentulah gugur hukum pengharamannya. Bagi beliau semua perkara yang baik (At-Thayyibat) adalah halal melainkan perkara-perkara yang boleh membawa kepada kerosakan.
Firman Allah SWT:
“Katakanlah wahai Muhammad, siapakah yang mengharamkan perhiasan Allah yang telah dikeluarkan untuk hamba-hambaNya dan mengharamkan rezeki yang halal.” (Surah Al-A’raaf : 3)
Justru itu suara dan irama yang dihasilkan melalui alat-alat musik, tidak haram ain atau zatnya tetapi ia menjadi haram hukumnya disebabkan unsur-unsur luaran sebagaimana diterangkan di atas.


ulama-ulama masa kini yang mengharuskan penggunaan seluruh alat muzik tanpa ada pengecualian tetapi mereka meletakkan syarat-syarat dan batas-batas penggunaan alat tersebut agar tidak bertentangan dengan hukum Allah SWT. Mereka yang berpendapat demikian antaranya ialah:

Dr. Yusuf Al-Qardhawi di dalam kitabnya Malamih Al-Mujtama’ Al-Muslim.
Dr. Abdul Karim Zaidan dalam bukunya Al-Mufassal fi Ahkam Al-Mar’ah wa Baitil Muslim juzuk 4 bab 8 iaitu Babul Lahwi wal La’ab.
Dr. Mohammad Imarah di dalam bukunya Al-Islam wal Funun Al-Jamilah.
Dr. Kaukab ‘Amir dalam bukunya As-Simaa’ ‘Inda As-Sufiyyah.

Pendapat mereka sama dengan pandangan beberapa ulamak terdahulu seperti Ibnu Hazm Al-Andalusi, Ibn Tahir Al-Qaisarani, Abdul Ghani An-Nablusi, Al-Kamal Jaafar Al-Idfawi Asy-Syafie dan Al-Imam Mohd. Asy-Syazili At-Tunisi.

Sebagian daripada mereka seperti Al-Qardhawi berpendapat demikian kerana hadith-hadith yang mengharamkan alat-alat musik pada pandangan beliau sama ada sahih ghair sarih (sahih tetapi tidak nyata) ataupun sarih ghair sahih (nyata tetapi tidak sahih). Nas-nas yang seumpama ini tidak mampu untuk memutuskan hukum karena hukum mestilah diputuskan dengan nas yang sahih wa sarih (sahih dan nyata).

Read More..

Hukum Menjual Makanan di Siang Bulan Ramadhan

Posted by Wafie Sabtu, 20 Juli 2013 0 komentar

Bolehkah menjual makanan disiang hari pada saat bulan Ramadlan?

Jawab: Tidak boleh, karena mendorong terjadinya​ maksiat. Kecuali menjual makanan untuk persiapan buka puasa.

Referensi:

​إعانة الطالبين الجزء الثالث صحـ : 29 – 30 مكتبة دار الفكر(وَ) حَرُمَ أَيْضًا ( بَيْعُ نَحْوِ عِنَبٍ مِمَّنْ ) عُلِمَ أَوْ ( ظُنَّ أَنَّهُ يَتَّخِذُه​ُ مُسْكِرًا)​ لِلشُّرْبِ​ وَاْلاَمْر​َدِ مِمَّنْ عُرِفَ بِالْفُجُو​ْرِ بِهِ وَالدِّيْك​ِ لِلْمُهَار​َشَةِ وَالْكَبْش​ِ لِلْمُنَاط​َحَةِ وَالْحَرِي​ْرِ لِرَجُلٍ يَلْبَسَهُ​ وَكَذَا بَيْعُ نَحْوِ الْمِسْكِ لِكَافِرٍ يَشْتَرِيْ​ لِتَطْيِيْ​بِ الصَّنَمِ وَالْحَيَو​َانِ لِكَافِرٍ عُلِمَ أَنَّهُ يَأْكُلُهُ​ بِلاَ ذَبْحٍ ِلأَنَّ اْلأَصَحَّ​ أَنَّ الْكُفَّار​َ مُخَاطَبُو​ْنَ بِفُرُوْعِ​ الشَّرِيْع​َةِ كَالْمُسْل​ِمِيْنَ عِنْدَنَا خِلاَفًا ِلأَبِيْ حَنِيْفَةَ​ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ فَلاَ يَجُوْزُ اْلإِعَانَ​ةُ عَلَيْهِمَ​ا وَنَحْوِ ذَلِكَ مِنْ كُلِّ تَصَرُّفٍ يُفْضِيْ إِلَى مَعْصِيَةٍ​ يَقِيْنًا أَوْ ظَنًّا وَمَعَ ذَلِكَ يَصِحُّ الْبَيْعُ وَيُكْرَهُ​ بَيْعُ مَا ذُكِرَ مِمَّنْ تُوُهِّمَ مِنْهُ ذَلِكَ ( وَقَوْلُهُ​ مِنْ كُلِّ تَصَرُّفٍ يُفْضِيْ إِلَى مَعْصِيَةٍ​ ) بَيَانٌ لِنَحْوٍ وَذَلِكَ كَبَيْعِ الدَّابَّة​ِ لِمَنْ يُكَلِّفُه​َا فَوْقَ طَاقَتِهَا​ وَاْلأَمَّ​ةِ عَلَى مَنْ يَتَّخِذُه​َا لِغِنَاءٍ مُحَرَّمٍ وَالْخَشَب​ِ عَلَى مَنْ يَتَّخِذُه​ُ آلَةَ لَهْوٍ وَكَإِطْعَ​امِ مُسْلِمٍ مُكَلَّفٍ كَافِرًا مُكَلَّفًا​ فِيْ نَهَارِ رَمَضَانَ وَكَذَا بَيْعُهُ طَعَامًا عَلِمَ أَوْ ظَنَّ أَنَّهُ يَأْكُلُهُ​ نَهَارًا ( قَوْلُهُ وَمَعَ ذَلِكَ إِلَخْ ) رَاجِعٌ لِجَمِيْعِ​ مَا قَبْلَهُ أَيْ وَمَعَ تَحْرِيْمِ​ مَا ذُكِرَ مِنْ بَيْعِ نَحْوِ الْعِنَبِ وَمَا ذُكِرَ بَعْدُ يَصِحُّ الْبِيْعُ اهـ

Read More..

Manfaat Sahur

Posted by Wafie Jumat, 19 Juli 2013 0 komentar
Dari sahabat Anas Bin Malik Ra, beliau berkata, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Makan sahurlah kalian, karena sesungguhnya dalam makanan sahur terdapat barakah” (HR. Muttafaqun ‘alaih)

Imam Ibn Hajar rahimahullah menjelaskan tentang keberkahan dalam sahur, ditinjau dari berbagai sisi, sebagai berikut :

  • Mengikuti sunnah Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam
  • Pembeda dengan puasa ahli kitab, berdasarkan hadits dari Amru bin Al Ash dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda, “Pembeda antara puasa kita dengan puasanya Ahli Kitab ialah makan sahur” (HR. Muslim)
  • Menguatkan badan dalam melaksanakan ibadah puasa.
  • Menambah semangat agar semakin rajin beribadah.
  • Menolak buruknya akhlaq yang dapat timbul akibat rasa lapar.
  • Dapat menjadi sebab untuk bershadaqah kepada yang membutuhkan makanan sahur, atau dapat juga menjadi kesempatan untuk makan bersama-sama mereka.
  • Menjadi sebab menjalankan dzikir dan doa pada waktu yang diduga merupakan waktu terkabulkannya doa.
  • Waktu sahur dapat digunakan untuk menyusuli niat puasa bagi mereka yang lalai niat sebelum tidurnya.

Fath al-Baari IV/140
Read More..

SIMAK PENJELASAN HABIB MUNZIR MENGENAI SHALAT TARAWIH DENGAN CEPAT :

Posted by Wafie Kamis, 11 Juli 2013 0 komentar

Mengenai pelaksanaan Tarawih dengan cepat adalah fatwa Madzhab Syafii, karena mesti dibuat lebih ringan dan cepat daripada shalat fardhu, karena tarawih adalah shalat sunnah yg dilakukan secara berjamaah, maka
tidak boleh disamakan dengan shalat fardhu, Ihtiraaman wa ta'dhiiman lishalatilfardh (demi memuliakan shalat fardhu) diatas shalat sunnah. melakukan shalat sunnah dengan cepat adalah diperbolehkan bahkan pernah dilakukan oleh Rasul saw, dalilnya adalah bahwa riwayat Aisyah ra bahwa Rasul saw pernah melakukan shalat sunnah sedemikian cepatnya seakan beliau tidak shalat dari cepatnya. (Shahih Bukhari). riwayat lainnya bahwa Rasul saw melakukan shalat sedemikian cepatnya seakan beliau saw tak membaca fatihah, akan tetapi beliau tetap menyempurnakan rukuk dan sujudnya (Shahih Bukhari)

Demikian riwayat riwayat diatas memberikan kefahaman bagi kita bahwa shalat sunnah boleh cepat, dan pada madzhab Syafii bahwa shalat Tarawih berjamaah hendaknya dipercepat agar tak disamakan
dengan shalat fardhu, juga sekaligus mengenalkan kembali sunnah Nabi saw, bahwa Nabi saw pun sering melakukan shalat sunnah dengan cepat, pengingkaran dimasa kini adalah karena muslimin sudah tidak lagi
mengetahui bahwa shalat sunnah dengan cepat itu adalah sunnah Nabi saw, maka perlu dihidupkan dan dimakmurkan agar muslimin tidak alergi dan kontra terhadap sunnah Nabinya saw.

Mengenai orang tua yg tak mampu mengikuti cepatnya gerakan Imam sebaiknya duduk, shalatnya tetap sah karena shalat sunnah boleh dilakukan sambil duduk walaupun tidak udzur sekalipun, berbeda dengan shalat fardhu yg tak boleh dilakukan sambil duduk kecuali ada udzur, ukuran tumaninah adalah 1X mengucap subhanallah, yaitu sekitar kurang sedikit dari satu detik. namun hal ini masih asing diantara muslimin masa kini

Majelis Nurul Musthofa Depok Bogor Semoga Bermanfaat
Read More..

Mengapa Di Indonesia Ada Gelar Haji?

Posted by Wafie 0 komentar
Jamaah Haji Asal Indonesia




















- Gelar haji Konon hanya dipakai oleh bangsa melayu. Tidak ada dalil yang mengharuskan jika setelah menunaikan ibadah haji harus diberi gelar haji/hajjah. Bahkan sahabat Rasulullah pun tidak ada yang dipanggil haji.

Sejarah pemberian gelar haji dimulai pada tahun 654H, pada saat kalangan tertentu di kota Makkah bertikai dan pertikaian ini menimbulkan kekacauan dan fitnah yang mengganggu keamanan kota Makkah.



Karena kondisi yang tidak kondusif tersebut, hubungan kota Makkah dengan dunia luar terputus, ditambah kekacauan yang terjadi, maka pada tahun itu ibadah haji tidak bisa dilaksanakan sama sekalai, bahkan oleh penduduk setempat juga tidak.

Setahun kemudian setelah keadaan mulai membaik, ibadah haji dapat dilaksanakan. Tapi bagi mereka yang berasal dari luar kota Makkah selain mempersiapkan mental, mereka juga membawa senjata lengkap untuk perlindungan terhadap hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan perengkapan ini para jemaah haji ibaratkan mau berangkat ke medan perang.

Sekembalinya mereka dari ibadah haji, mereka disambut dengan upacara kebesaran bagaikan menyambut pahlawan yang pulang dari medan perang. Dengan kemeriahan sambutan dengan tambur dan seruling, mereka dielu-elukan dengan sebutan “Ya Hajj, Ya Hajj”. Maka berawal dari situ, setiap orang yang pulang haji diberi gelar “Haji”.

Gelar Haji di Indonesia
Di zaman penjajahan belanda, pemerintahan kolonial sangat membatasi gerak-gerik umat muslim dalam berdakwah, segala sesuatu yang berhubungan dengan penyebaran agama terlebih dahulu harus mendapat ijin dari pihak pemerintah belanda. Mereka sangat khawatir dapat menimbulkan rasa persaudaraan dan persatuan di kalangan rakyat pribumi, lalu menimbulkan pemberontakan.


Masalahnya, banyak tokoh yang kembali ke tanah air sepulang naik Haji membawa perubahan. Contohnya adalah Muhammad Darwis yang pergi haji dan ketika pulang mendirikan Muhammadiyah, Hasyim Asyari yang pergi haji dan kemudian mendirikan Nadhlatul Ulama, Samanhudi yang pergi haji dan kemudian mendirikan Sarekat Dagang Islam, Cokroaminoto yang juga berhaji dan mendirikan Sarekat Islam.

Hal-hal seperti inilah yang merisaukan pihak Belanda. Maka salah satu upaya belanda untuk mengawasi dan memantau aktivitas serta gerak-gerik ulama-ulama ini adalah dengan mengharuskan penambahan gelar haji di depan nama orang yang telah menunaikan ibadah haji dan kembali ke tanah air. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintahan Belanda Staatsblad tahun 1903. Pemerintahan kolonial pun mengkhususkan P. Onrust dan P. Khayangan di Kepulauan Seribu jadi gerbang utama jalur lalu lintas perhajian di Indonesia.

Jadi demikianlah, gelar Haji pertama kali dibuat oleh pemerintahan kolonial dengan penambahan gelar huruf “H” yang berarti orang tersebut telah naik haji ke mekah. Seperti disinggung sebelumnya, banyak tokoh yang membawa perubahan sepulang berhaji, maka pemakaian gelar H akan memudahkan pemerintah kolonial untuk mencari orang tersebut apabila terjadi pemberontakan.

Uniknya, pemakaian gelar tersebut sekarang malah jadi kebanggaan. Tak lengkap rasanya bila pulang berhaji tak dipanggil “Pak Haji” atau “Bu Hajjah”. Ritual ibadah yang berubah makna menjadi prestise? 


 di samping itu emakaian gelar haji juga akan mendekatkan kepada riya


Dalam surah al-baqarah ayat 264 Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَى كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ


“Wahai orang-orang yang beriman, Jangan rusakkan (pahala amal) sedekah kamu dengan perkataan membangkit-bangkit dan (kelakuan yang) menyakiti, seperti (rusaknya pahala amal sedekah) orang yang membelanjakan hartanya karena hendak menunjuk-nunjuk kepada manusia (riya’)…”.

Wallo a'lamu bissowab
Read More..

Pengajian tanggal 1 Ramadan 1434 H Amalan-amalan Utama di Bulan Ramadan

Posted by Wafie Selasa, 09 Juli 2013 0 komentar

1. Membaca Al-Qur`an. Al-Qur`an diturunkan pertama kali di bulan Ramadhan. Tidak heran, jika Nabi lebih sering dan lebih banyak membaca Al-Qur`an dibandingkan di bulan-bulan yang lain. Diantara keutamaan membaca al-Qur`an, sabda Rasul SAW: من قرأ حرفاً من كتاب الله فله حسنةٌ، والحسنة بعشر أمثالها لا أقول: ألم حرفٌ، ولكن: ألفٌ حرفٌ، ولامٌ حرفٌ، وميمٌ حرفٌ رواه الترمذي  “Barangsiapa membaca satu huruf dari al-Qur`an baginya satu pahala dan kebaikan itu digandakan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak bermaksud mengatakan ‘Alif Laam Miim” satu huruf. Tapi, alif satu huruf, laam satu huruf dan miim satu huruf berikutnya. (HR. Turmudzi)

2. Memperbanyak Sedekah Islam adalah agama yang mengajak dan menganjurkan orang untuk suka memberi, berbuat kebaikan dan mengamalkan kebajikan. Bulan ramadan bukan saja sebagai bulan ibadah individual tapi juga bulan yang berdimensi sosial.  Rasulullah jika telah masuk bulan Ramadan kedermawanannya  semakin luar biasa. Sahabat menggambarkan keringanan tangan nabi melebihi kecepatan hembusan angin.

3. Memberi Buka pada Orang yang Berpuasa. Rasulullah SAW bersabda: من فطر صائماً، كان له مثل أجره،  من غير أنه لا ينقص من أجر الصائم شيءٌ.رواه الترمذي “Barangsiapa memberikan makanan berbuka kepada orang berpuasa maka baginya pahala serupa yang diberikan kepada orang yang berpuasa. Hanya saja pahala orang yang berpuasa tidak terkurangai sedikit pun.” (HR. Turmudzi)

4. Melaksanakan Qiyamul Lail Rasulullah SAW bersabda : من قام رمضان إيماناً واحتساباً غفر له ما تقدم من ذنبه متفقٌ عليه “Barangsiapa melaksanakan qiyamul lail (salat tarawih) karena iman dan mengarapa pahala, maka dosanya yang telah lewat diampuni.” (HR. Bukhari-Muslim).

5. Melaksanakan Ibadah Umrah Rasulullah SAW bersabda: عُمْرَةٌ في رَمَضَانَ تَعْدِلُ حَجَّةً - أَوْ حَجَّةً مَعِي متفقٌ عَلَيْهِ “Menunaikan ibadah umar di bulan Ramadan (pahalanya) menyamai haji. Atau dikatakan, “Haji bersamaku.” (HR Bukhari-Muslim)

6. Mencari Lailatul Qadar Malam-malam ganjil pada sepuluh hari terakhir adalah saat-saat malam di mana kita menunggu kedatangan lailatul qadar, maka kita buru salah satu malam yang lebih baik dari seribu bulan, yaitu malam lailatul qadar. Rasulullah SAW bersabda: من قام ليلة القدر إيماناً واحتساباً، غفر له ما تقدم من ذنبه. متفقٌ عليه “Barangsiapa mengerjakan qiyamul lail pada Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan pengharapan, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu…” (HR. Bukhari)

Read More..

Muamalah Rasululloh SAW

Posted by Wafie Sabtu, 06 Juli 2013 0 komentar

Ketika Rasulullah Sollollhu alaihi wa sallam meninggal dunia baju besi beliau digadaikan(Rohn) di seorang yahudi yg bernama " Abu Syahm Al Yahudii "
utk 30 shoo' gandum

"Abu Syahm Al Yahuudi adalah Pedagang,tapi dia juga seorang renteinir dan penjual minuman keras.

Ulama berpendapat, Nabi Muhammad SAW melakukan ini krn 2 perkara :
1) utk memberitahu bahwa seorang Muslim di sebagaian keadaan diperbolehkan bermu'amalah dgn orang yg hartanya bercampur antara halal dan haram dan boleh bermuamalah dgn selain orang islam spt ahlu kitab, tapi kalo yakin diberikan dr harta yg haram maka hukumnya haram.

2) Rasulullah tau kalo pinjam dari sahabat pasti sahabat akan membebaskannya (memberikannya tanpa harus hutang),Rasulullah SAW tidak menginginkan hal itu

(dinukil dr syarh kitab "YAQUUTUN NAFIIS"

karya Habib Muhammad bin Ahmad bin Umar Assyatiri

Bab "Rohn")

Read More..

Total Tayangan Halaman