Daftar Istilah Falak
Kamis, 25 April 2013
0
komentar
Berikut ini adalah istilah-istilah yang sering dijumpai dalam ilmu falaq
Gambar Hilal |
1.
Aberasi
: Perpindahan semu arah berkas cahaya bintang akibat gerak bumi. Peristiwa
aberasi menyebabkan berkas cahaya jatuh miring, bukan tegak lurus pada
peninjauan yang bergerak tegak lurus arah datangnya cahaya. Dalam bahasa
Inggris biasa disebut Aberation atau dalam bahasa Arab disebut Al-Inhiraf
2.
Aboge
(Jw.) : Alip Rabo Wage. Dalam kalender Jawa Islam penentuan hari Riyaya (Idul
Fitri) didasarkan atas patokan bahwa setiap tahun Alip hari raya akan jatuh
pada hari Rebo pasaran Wage
3.
Arah
: Jarak terdekat yang diukur melalui lingkaran besar. Dalam bahasa Inggris
dikenal dengan Direction dan dalam bahasa Arab disebut Samt,as.
4.
Astrolabe
(Gre) : Kata astrolabe berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata astro
dan Labio. Astro berarti bintang dan labio berarti pengukur jarak. Sedangkan
dalam istilah ilmu falak, astrolabe adalah perkakas kuno yang biasa digunakan
untuk mengukur kedudukan benda langit pada bola langit. Perkakas ini mula
pertama dirakit oleh orang Arab. Bentuk yang paling sederhana terdiri dari
piringan dengan skala pembagian derajat, dengan sebuah alat pengintai.
5.
Azimuth
(Ing) : Busur pada lingkaran horison diukur mulai dari titik Utara ke arah
Timur. Kadang-kadang diukur dari titik Selatan ke arah Barat. Azimuth suatu benda
langit adalah jarak sudut pada lingkaran horison diukur mulai dari titik utara
ke arah timur atau se arah jarum jam sampai ke perpotongan antara lingkaran
horison dengan lingkaran vertikal yang melalui benda langit tersebut. Azimuth
titik Timur adalah 90 derajat, titik Selatan 180 derajat, titik Barat 270
derajat dan titik Utara 0 derajat atau 360 derajat. Jika Azimuth diukur dari
Utara ke Barat atau berlawanan dengan arah perputaran jarum jam, biasanya
dinyatakan negatif dan diberi tanda -. Dengan demikian dapat dinyatakan
misalnya Azimuth titik Barat 270 derajat adalah sama dengan -90 derajat. Dalam
bahasa Arab Azimuth sering disebut As-Samt.
6.
Beda
Azimut : Selisih antara azimut matahari dan azimut bulan.
7.
Busur
Malam : Busur yang ditunjukkan oleh lintasan Matahari dalam peredaran semu
hariannya mulai dari titik terbenam sampai titik terbit. Dalam al-Qur'an biasa
disimbolkan dengan al-khait al-aswad. Sedangkan dalam istilah falak biasa
disebut Qausu al-Lail. Dan dalam bahasa Inggris disebut arc of night.
8.
Busur
Siang : Busur yang ditunjukkan oleh lintasan Matahari dalam peredaran semu
hariannya mulai dari titik terbit sampai titik terbenam. Dalam al-Qur'an biasa
disimbolkan dengan al-khait al-abyad. Sedangkan dalam istilah falak biasa
disebut Qausu an-Nahar. Dan dalam bahasa Inggris disebut arc of daylight.
Sementara itu dari titik terbit hingga titik kulminasi biasa disebut 1/2 busur
siang atau Nisfu Qausi an-Nahar.
9.
Dip
(Kerendahan Ufuk) : Perbedaan kedudukan antara kaki langit (horison) sebenarnya
(ufuq hakiki) dengan kaki langit yang terlihat (ufuq mar'i) seorang pengamat.
Perbedaan itu dinyatakan oleh besar sudut.
Untuk mencari dip biasa digunakan rumus, dip = 1,76¢. Dalam bahasa Arab
disebut Ikhtilaf al-Ufuq.
10.
Elongation
(Ing.) : Elongasi atau biasa disebut Angular Distance adalah jarak sudut antara
Bulan dan Matahari. Dalam bahasa arab disebut al-Bu'du az-Zawiy sedangkan dalam
kitab Sullamun Nayyirain diistilahkan
dengan Bu'du Baina an-Nayyirain. Elongasi 0 derajat berarti konjungsi, 180
derajat diberi nama oposisi dan 90 derajat diberi nama kuadratur (at-Tarbi').
11.
Ephemeris
: Biasa disebut Astronomical Handbook merupakan tabel yang memuat data-data
astronomis benda-benda langit. Dalam bahasa arab biasa disebut Zij atau Taqwim.
12.
Epoch
: Pangkal tolok untuk menghitung. Dalam bahasa arab biasa disebut Mabda'
at-Tarikh, dalam penggunaannya lebih populer dengan Mabda'. Sedangkan dalam
bahasa Inggris disebut Principle of Motion.
13.
Equation
of time (Ing) : Perata waktu atau Ta'dil al-Waqt/Ta'dil asy-Syam (Ar), yaitu
selisih antara waktu kulminasi Matahari Hakiki dengan waktu Matahari rata-rata.
Data ini biasanya dinyatakan dengan huruf "e" kecil dan diperlukan
dalam menghisab awal waktu salat.
14.
Fraction
Illum (Ing.) : Fraction Illum adalah singkatan dari Fraction Illumination. Yang
dimaksudkan adalah besarnya piringan
Bulan yang menerima sinar Matahari dan menghadap ke Bumi. Jika seluruh piringan
Bulan yang menerima sinar Matahari terlihat dari Bumi, maka bentuknya akan
berupa bulatan penuh. Dalam keadaan seperti ini nilai Fraction Illum (besarnya
bulan) adalah satu, yaitu persis pada saat puncaknya Bulan Purnama. Sedangkan
jika Bumi, Bulan dan Matahari sedang
persis berada pada satu garis lurus, maka akan terjadi Gerhana Matahari
Total. Dalam keadaan seperti ini nilai Fraction Illumination Bulan adalah nol.
Setelah Bulan Purnama, nilai Fraction Illumination akan semakin mengecil sampai
pada nilai yang paling kecil, yaitu pada saat ijtima' dan setelah itu nilai
Fraction Illumination ini akan kembali membesar sampai mencapai nilai satu,
pada saat Bulan Purnama. Dengan demikian, data Fraction Illumination ini dapat
dijadikan pedoman untuk menghitung kapan terjadinya ijtima' dan kapan Bulan
Purnama. Data ini diperlukan untuk membantu pelaksanaan rukyatul hilal
sekaligus melakukan pengecekannya mengenai besarnya hilal.
15.
Garis
Batas Tanggal : Garis yang menghubungkan daerah-daerah di permukaan bumi dimana
matahari dan bulan terbenam secara bersamaan. Garis batas tanggal biasa
digunakan oleh kelompok yang berpegang pada ufuk mar'i. Garis batas tanggal
tidak bisa dijadikan pedoman langsung dalam menentukan posisi hilal untuk suatu
tempat, hal ini disebabkan : (a) data terbenam matahari yang dijadikan pedoman
dalam melukis garis itu diambil rata-rata dari 3 hari dan (b) data terbenam
matahari dan terbenam bulan, tidak memperhatikan kerendahan ufuk. Jadi hanya
berlaku daerah yang persis berada di permukaan air laut (ketinggian 0 meter).
16.
Gawang
Lokasi : Sebuah alat sederhana yang digunakan untuk menentukan perkiraan posisi
hilal dalam pelaksanaan rukyat. Alat ini terdiri dari 2 bagian, yaitu. (1)
Tiang pengincar, sebuah tiang tegak terbuat dari besi yang tingginya sekitar
satu sampai satu setengah meter dan pada puncaknya diberi lobang kecil untuk
mengincar hilal (2) Gawang lokasi, yaitu
dua buah tiang tegak, terbuat dari besi berongga, semacam pipa. Pada ketinggian
yang sama dengan tinggi tiang teropong, kedua tiang tersebut dihubungkan oleh
mistar datar, sepanjang kira-kira 15 sampai 20 sentimeter, sehingga kalau
kitamelihat melalui lobang kecil yang terdapat pada ujung tiang pengincar
menyinggung atas mistar tersebut, pandangan kita akan menembus persis permukaan
air laut yang merupakan ufuk mar'i (visible horizon). Di atas kedua tiang
tersebut terdapat pula dua buah tiang besi yang atasnya sudah dihubungkan oleh
mistar mendatar. Kedua tiang ini dimasukkan ke dalam rongga dua tiang pertama,
sehingga tinggi rendahnya dapat disetel menurut tinggi hilal pada saat
observasi. Jarak yang baik antara tiang pengincar dan gawang lokasi sekitar
lima meter, atau lebih. Jadi fungsi gawang lokasi ini adalah untuk melokalisasi
pandangan kita agar tertuju ke arah posisi hilal yang sudah diperhitungkan
lebih dahulu. Untuk mempergunakan alat ini, kita harus sudah memiliki hasil
perhitungan tentang tinggi dan azimut hilal dan pada tempat tersebut harus
sudah terdapat arah mata angin yang cermat.
17.
Hisab
Hakiki : Hisab Hakiki adalah sisitem hisab yang didasarkan pada peredaran Bulan
dan Bumi yang sebenarnya. Menurut sistem ini umur tiap bulan tidaklah konstan
dan juga tidak beraturan, melainkan tergantung posisi hilal setiap awal Bulan.
Artinya boleh jadi dua bulan berturut-turut umurnya 29 hari atau 30 hari.
Bahkan boleh jadi bergantian seperti menurut hisab urfi. Dalam wilayah
praksisnya, sistem ini mempergunakan data-data astronomis dan gerakan Bulan dan
Bumi serta menggunakan kaidah-kaidah ilmu ukur segitiga bola (Spherical
Trigonometry).
18.
Hisab
Imkan Rukyah (Ar.) : Secara harfiah hisab imkan rukyah berarti perhitungan
kemungkinan hilal terlihat. Selain
memperhitungkan wujudnya hilal di atas ufuk, pelaku hisab juga memperhitungkan
faktor-faktor lain yang memungkinkan terlihatnya hilal. Yang menentukan
terlihatnya hilal bukan hanya keberadaannya di atas ufuk, melainkan juga
ketinggiannya di atas ufuk dan posisinya yang cukup jauh dari arah matahari.
Jadi, dalam hisab imkan rukyah, kemungkinannya praktik pelaksanaan rukyah
(actual sighting) diperhitungkan dan diantisipasi. Di dalam hisab imkan rukyah,
selain kondisi dan posisi hilal, diperhitungkan pula kuat cahayanya
(brightness) dan batas kemampuan mata manusia. Di dalam menyusun hipotesisnya,
dipertimbangkan pula data statistik keberhasilan dan kegagalan rukyah,
perhitungan teoritis dan kesepakatan paling mendekati persyaratan yang dituntut
fikih dalam penentuan waktu ibadah.
19.
IIDL
(Ing) : International Islamic Date Line (Garis Tanggal Kamariah Internasional)
adalah Garis daerah-daerah yang mempunyai kemungkinan "fifty-fifty"
untuk dapat berhasil melihat hilal.
20.
Ijtima'
(Ar.) : Biasa pula disebut Iqtiran merupakan pertemuan atau berkumpulnya
(berimpitnya) dua benda yang berjalan secara aktif. Pengertian ijtimak bila
dikaitkan dengan bulan baru kamariah adalah suatu peristiwa saat bulan dan
matahari terletak pada posisi garis bujur yang sama, bila dilihat dari arah
timur ataupun arah barat. Sebenarnya bila diteliti, ternyata jarak antar kedua
benda planet itu berkisar sekitar 50 derajat. Dalam keadaan ijtima' pada
hakikatnya masih ada bagian bulan yang mendapat pantulan dari matahari, yaitu
bagian yang menghadap bumi. Namun kadang kala, karena tipisnya, hal ini tidak
dapat dilihat dari bumi, karena bulan yang sedang berijtimak itu berdekatan
letaknya dengan matahari. Kondisi ini dipengaruhi oleh peredaran masing-masing
planet pada orbitnya. Bumi dan bulan beredar pada porosnya dari arah barat ke
timur. Mengetahui saat terjadinya ijtimak sangat penting dalam penentuan awal
bulan kamariah. Sekalipun hanya sebagian kecil para ahli yang menetapkan
tanggal dan bulan kamariah yang berdasarkan ijtima' qabla al-ghurub, namun
semua sepakat bahwa peristiwa ijtima' merupakan batas penentuan secara
astronomis antara bulan kamariah yang sedang berlangsung dan bulan kamariah
berikutnya. Oleh karena itu, para ahli astronomi umumnya menyebut ijtimak atau
konjungsi (Conjunction) sebagai awal perhitungan bulan baru. Dalam ilmu falak
dikemukakan bahwa ijtimak antara bulan dan matahari merupakan dua bulan
kamariah.
21.
Imsak
: Waktu tertentu sebelum Shubuh, saat seseorang bersiap-siap mulai berpuasa.
Sebetulnya puasa dimulai sejak terbit fajar shodiq sebagaimana dimulainya waktu
salat Shubuh. Oleh karena itu puasa yang dimulai sejak imsak, adalah merupakan
ikhtiyat, sesuai dengan hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam
Muslim dari sahabat Anas tentang imsak. Dari Anas dari Zaid bin Tsabit, ia
berkata "Kami sahur bersama Nabi Muhammad saw. kemudian kami melakukan
salat (Shubuh). "saya bertanya, "Berapa lama ukuran antara sahur dan
salat shubuh ?" Nabi bersabda : Seukuran membaca 50 ayat al-Qur'an. Para ulama
berbeda pendapat tentang lama membaca 50 ayat tersebut. Dalam kitab Nailul
Authar disebutkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk membaca 50 ayat al-Qur'an
seukuran melakukan wudlu, dalam kitab al-Muhtasar al-Muhadzdzab halaman 58
dijelaskan bahwa waktu imsak itu sekitar 12 menit sebelum waktu terbitnya fajar. Dalam al-Muhtasar juga
dijelaskan bahwa ihtiyat untuk melakukan salat wajib, yaitu 2 menit untuk Asar
dan Isyak, 3 menit untuk Magrib, 4 menit untuk Zuhur dan 5 menit untuk Shubuh.
Dalam kitab Al-Khulasatul Wafiyyah yang disusun oleh Kyai Zubeir, pada halaman
99 disebutkan bahwa imsak seukuran membaca 50 ayat yang pertengahan secara
tartil, yaitu sekitar 7 atau 8 menit. Menurut Tafsir al-Manar juz 2 halaman 185
disebutkan bahwa jarak waktu sahur dengan waktu shalat Shubuh (fajar) sekitar 5
menit. Sementara itu, H. Saadoe'ddin Djambek biasa mempergunakan 10 menit
sebelum Shubuh. Pendapat yang terakhir ini yang banyak digunakan pada
penyusunan jadwal imsakiyah di Indonesia.
22.
Irtifa'
(Ar) : Ketinggian benda langit dihitung dari kaki langit melalui lingkaran
vertikal sampai benda langit yang dimaksud. Ketinggian itu dinyatakan dengan
derajat (°) minimal 0° dan maksimal 90°. Ketinggian benda langit biasa diberi
tanda positif bila berada di atas kaki langit, dan diberi tanda negatif apabila
berada dibawahnya. Dalam dunia astronomi biasa disebut Altitude dan diberi
tanda h.
23.
Istikmal
(Ar.) : Penyempurnaan bilangan bulan hijriah menjadi tiga puluh hari (khususnya
Sya'ban, Ramadan dan Zulqa'dah). Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw.
yang diriwayatkan oleh Imam Muslim :"Berpuasalah kamu karena melihat hilal
dan berbukalah kamu karena melihat hilal. Bila hilal tertutup awan atasmu maka
sempurnakanlah bilangan bulan Syakban menjadi tiga puluh."
24.
Istiqbal
(Ar.) : Suatu fenomena saat Matahari dan Bulan sedang bertentangan, yaitu
apabila keduanya mempunyai selisih bujur astronomi sebesar 180 derajat atau
pada saat itu Bulan berada pada fase purnama (full moon). Istiqbal dalam dunia
astronomi dikenal dengan Opposition.
25.
Jarak
Zenit : Jarak dari titik zenit ke titik pusat suatu bintang yang diukur melalui
lingkaran vertikal yang melalui titik pusat bintang tersebut. Jarak zenit
biasanya ditandai dengan huruf Z. Jarak zenit yang terkecil adalah 0 derajat,
yakni apabila benda langit persis berada pada titik zenith, sedangkan jarak
zenit yang paling besar adalah 180 derajat, yakni apabila benda langit persis
berada pada titik nadir. Dalam bahasa Inggris jarak zenit disebut Zenit
Distance dan dalam bahasa Arab disebut Bu'du as-Sumti.
26.
Mathla'
(Ar. ) : Tempat terbitnya benda-benda langit. Dalam bahasa Inggris disebut
Rising Place. Sedangkan dalam istilah Falak, matlak adalah batas daerah
berdasarkan jangkauan dilihatnya hilal atau dengan kata lain mathla' adalah
batas geografis keberlakuan rukyat.
27.
Mathla',
Ikhtilaf (Ar.) : Perbedaan tempat
terbitnya bulan. Istilah Ikhtilaf Mathla' dalam fikih, hanya terdapat dalam
kajian tentang terbitnya hilal (bulan sabit) untuk menentukan awal dan akhir
puasa Ramadan (Hari Raya Idul Fitri) di berbagai wilayah Islam serta penentu
waktu bagi pelaksanaan ibadah haji di Arafah. Pembahasan masalah ikhtilaf
mathla' senantiasa muncul ketika umat Islam akan menentukan awal dan akhir
bulan Ramadan setiap tahun. Oleh sebab itu, pembahasan ikhtilaf mathla' di
berbagai wilayah Islam lebih ditekankan pada persoalan awal terbit hilal
menjelang puasa Ramadan dan hilal di akhir bulan Ramadan. Persoalan yang
menjadi pembahasan ulama adalah apakah terbitnya hilal Ramadan atau hilal Hari
Raya Idul Fitri di suatu wilayah (petunjuk dimulainya puasa atau diakhirinya
puasa Ramadan) harus diikuti pula oleh wilayah lain yang belum melihat hilal.
Dengan kata lain bahwa perbedaan tempat munculnya hilal tidak berpengaruh pada
perbedaan memulai puasa atau Hari Raya Idul Fitri untuk seluruh wilayah di bumi
ini, sehingga apabila suatu wilayah telah melihat hilal (rukyat), maka wilayah
lain berpedoman pada penglihatan hilal wilayah itu. Jika demikian halnya, maka
perbedaan hari memulai puasa tidak akan terjadi di seluruh tempat di bumi ini,
tanpa membedakan jauh dekatnya antara wilayah yang melihat dan yang belum
melihatnya. Misalnya, para ahli rukyat dan hisab di Mekah, dalam menentukan
awal bulan Ramadan di akhir bulan Sya'ban, telah melihat hilal, sedangkan di
daerah lain belum kelihatan pada hari yang sama. Dengan rukyat tersebut
pemerintah Arab Saudi mengumunkan bahwa puasa Ramadan dimulai keesokan harinya.
Berdasarkan rukyat di Mekah ini, timbul pertanyaan apakah muslimin di daerah
lain harus mengakui dan mengikuti penglihatan ahli rukyat dan hisab di Arab
Saudi di Mekah tersebut, sehingga awal bulan Ramadan untuk daerah-daerah lain
sama dengan awal bulan Ramadan di Arab Saudi. Ulama Fikih menyatakan, bahwa
tidak dapat diingkari bahwa munculnya hilal pada setiap daerah waktunya
berbeda-beda, apalagi jika daerah itu saling berjauhan. Rasulullah saw. dalam
sabdanya yang berkaitan dengan hilal ini menyatakan : "Jika kamu melihat
(hilal) bulan (Ramadan), maka berpuasalah kamu, dan jika kamu melihat (hilal)
bulan (Syawal) maka berbukalah kamu" (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu
Umar). Secara umum hadis ini menunjukkan bahwa siapa saja yang telah melihat
bulan (hilal), maka kaum muslimin wajib mengikuti rukyat tersebut, karena lafal
kamu dalam hadis itu bisa diartikan dengan seluruh umat Islam yang akan
berpuasa. Namun para ahli Fikih tidak sepakat tentang penafsiran tersebut,
karena menurut jumhur ulama Fikih, hadis ini lebih menunjukkan geografi orang
yang melakukan rukyat, bukan untuk seluruh umat Islam. Oleh sebab itu, apabila
di suatu daerah sudah ada orang yang melihat hilal maka mereka wajib memulai
puasa atau mengakhiri puasa, sedangkan umat Islam di daerah lain menunggu
sampai mereka melihat hilal atau jika hilal tidak kelihatan, maka mereka
menyempurnakan bilangan bulan Syakban sampai 30 hari (istikmal), kemudian
mereka berpuasa. namun demikian, jumhur ulama menyatakan bahwa apabila beberapa
daerah dipimpin oleh satu kepala negara, seperti Indonesia, sekalipun
berjauhan, maka apabila kepala negara telah mengumumkan dimulainya puasa dengan
rukyat yang telah dilakukan di suatu daerah kekuasaannya maka seluruh umat
Islam di negara tersebut wajib mengikuti pengumuman pemerintah tersebut.
Misalnya, ahli rukyat dari Aceh telah melihat hilal dan atas dasar itu
pemerintah mengumumkan hari dimulainya puasa, maka umat Islam yang berada di
Irian Jaya wajib mengikuti keputusan pemerintah tersebut. Hal ini, meurut
mereka sejalan dengan kaidah Fikih yang menyatakan keputusan pemerintah
menghilangkan perbedaan pendapat.
28.
Universal
Time (Ing.) : Waktu yang disepadankan dengan perjalanan Bumi mengelilingi
porosnya sebagai patokan perhitungan waktu sehari-hari.
29.
Wilayatul
Hukmi : Prinsip ini merupakan salah satu dari tiga paham fikih. Menurut Imam
Hanafi dan Maliki, kalender kamariah harus sama di dalam satu wilayah hukum
suatu negara, inilah prinsip wilayatul hukmi. Sedangkan menurut Imam Hambali,
kesamaan tanggal kamariah ini harus berlaku di seluruh dunia, di bagian bumi
yang berada pada malam atau siang yang sama. Sementara itu, menurut Imam
Syafi'i, kalender kamariah ini hanya berlaku di tempat-tempat yang berdekatan,
sejauh jarak yang dinamakan mathla'. Inilah prinsip matlak mazhab Syafi'i.
Indonesia menganut prinsip wilayatul hukmi, yaitu bahwa bila hilal terlihat di
mana pun di wilayah wawasan Nusantara, dianggap berlaku di seluruh wilayah
Indonesia. Konsekuensinya, meskipun wilayah Indonesia dilewati oleh garis
penanggalan Islam Internasional yang secara teknis berarti bahwa wilayah
Indonesia terbagi dua bagian yang mempunyai tanggal hijriah berbeda penduduk
melaksanakan puasa secara serentak. Ini berdasarkan ketetapan pemerintah cq.
Departemen Agama RI.
30.
Zij
(Ar.) : "Kata" yang berasal dari bahasa Sansekerta, yang masuk ke
bahasa Arab dan Persia melalui bahasa Pahlavi, berarti tabel astronomi. Tapi
sebenarnya kebanyakan Zij tak hanya memuat tabel, juga pembahasan teori
astronomi, bab tentang kronologi, penjelasan luas hal astronomi matematis dan
subyek lain yang berhubungan. Zij yang merupakan satu bagian penting literatur
ilmu falak, biasanya dinamakan menurut penyusunnya atau penunjang atau kota,
tempat ia disusun, walaupun sering pula digunakan cara penamaan yang lain.
31.
Ardl
(Bumi) : benda langit yang merupakan salah satu di antara sembilan planet
pengikut matahari. Ia berada pada urutan ke tiga dalam tatasurya. Bumi
berbentuk mirip bola dengan diameter pada katulistiwa 12756776 km dan jarak
dari kutub ke kutub 12713824 km, sehingga agak pipih pada kutubnya. Waktu
rotasinya rata-rata 23 jam 56 menit dan revolusinya selama 365.2422 hari. Dalam
astronomi disebut Earth(Inggris) atau Geo (Yunani). Jarak anatara bumi dengan
matahari rata-rata 150 juta km atau 149674000 km.
32.
Ardlul
Balad (Lintang Tempat /Lintang Geografi) : jarak sepanjang meridian bumi yang
diukur dari equator bumi (khatulistiwa) sampai suatu tempat yang bersangkutan.
Harga lintang tempat adalah 0 derajat sampai 90 derajat. Lintang tempat bagi
tempat-tempat di belahan bumi utara bertanda positif (+) dan bagi tempat-tempat
di belahan bumi selatan bertanda negative (-). Dalam astronomi disebut latitude
yang biasanya digunakan lambang phi.
33.
Aritmatik
: Hisab.
34.
Ashar
(Waktu Sholat Asar) : tenggang waktu yang dimulai sejak panjang bayang-bayang
suatu benda itu sama dengan tinggi benda yang bersangkutan sampai matahari
terbenam. Kedudukan matahari membuat panjang bayang-bayang suatu benda itu sama
dengan tinggi benda yang bersangkutan adalah cotg-1= tan[Lintang Tempat –
Deklinasi Matahari] + 1
35.
Astronomical
Twilight : Isya'.
36.
Bayani
: adalah Bilangan bulat pada bilangan berpecahan. Dalam arithmetic disebut
dengan karakteristik. Sedangkan bilangan pecahannya disebut Kasru atau Mantise.
37.
Bujur
Tempat : Thulul Balad.
38.
Cakrawala
: Ufuk.
39.
Compass
: Huk.
40.
Da’iratu
Mu’addalin Nahar (Madarul I’tidal/Katulistiwa Langit) : lingkaran besar yang
membagi bola langit menjadi dua bagian sama besar, yakni bola langit bagian
utara dan bola langit bagian selatan. Lingkaran tegak lurus pada lingkaran
terang pada poros langit. Lingkaran ini disebut pula dengan equator langit.
Pada saat matahari tepat dilingkaran ini lama siang dan malam untuk seluruh
tempat dipermukaan bumi adalah sama.
41.
Darajah
(Derajat) : satuan ukur yang dipakai untuk mengukur besaran atau harga suatu
sudut. Lambangnya adalah 0 (bulatan kecil) diletakkan pada kanan atas suatu
angka yang bersangkutan. Nilainya antara 0 s/d 360 derajat. Sebagai pecahannya
dipakai satuan daqiqah atau menit yang lambangnya ‘ (accent tunggal) dan
Tsawani atau detik yang lambangnya “ (double accent). Setiap 1 derajat=60’ dan
setiap 1 menit=60”.
42.
Dhil
: bayang-bayang suatu benda yang dijadikan pembanding terhadap bendanya. Dalam
goneometri disebut tangens, yaitu perbandingan sisi siku-siku di depan sudut
dengan sisi siku-siku pengapitnya pada suatu segitiga siku-siku.
43.
Dhil
Ashar : panjang bayang-bayang suatu benda pada saat awal masuk waktu ashar,
yaitu ketika panjang bayang-bayang benda itu sama dengan tingginya ditambah
bayang-bayang benda bersangkutan ketika matahari berkulminasi.
44.
Dhil
Ghayah : panjang bayang-bayang suatu benda pada saat matahari berada di titik
kulminasi atas. Apabila harga lintang tempat dan deklinasi matahari sama, maka
dhil ghayah 0(nol).
45.
Dhil
Mabsut : panjang bayang-bayang suatu benda yang ditancapkan tegak lurus pada
bidang datar yang horizontal.
46.
Dhil
Mankus : panjang bayang-bayang suatu benda yang ditancapkan tegak lurus pada
bidang tegak.
47.
Dhil
Tamam : perbandingan antara sisi siku-siku pengapit suatu sudut dengan sisi
siku-siku di depan sudut itu. Dalam goniometri disebut cotangens.
48.
Dzhuhur
(Waktu Sholat Dzuhur) : tenggang waktu yang di mulai sejak matahari
meninggalkan titik kulminasi atas sampai panjang bayang-bayang suatu benda sama
dengan tinggi benda yang bersangkutan.
49.
Dluha
(Waktu Sholat Dluha) : tenggang waktu yang di mulai sekitar 15 menit setelah
matahari terbit sampai menjelang matahari berkuminasi atas. Ketinggian matahari
pada awal waktu dluha adalah 30 derajat 30 menit di atas ufuk sebelah timur.
50.
Equation
of time : Ta'dilul Waqti.
51.
Fadllud
Da'ir (Sudut Waktu) : busur sepanjang lingkaran harian suatu benda langit
dihitung dari titik kulminasi atas sampai benda langit yang bersangkutan. Sudut
waktu ini disebut pula dengan Zawiyah Suwai'iyyah. Dalam astronomi dikenal
dengan istilah Hour Angle dan biasanya digunakan lambang huruf t.
52.
Fajar
Shodiq : munculnya cahaya di ufuk timur mulai terang menjelang pagi hari pada kedudukan
matahari -20 derajat di bawah ufuk timur. Fajar shodiq ini sebagai pertanda
masuknya waktu shubuh.
53.
Falak
: Jalan benda-benda langit atau garis lengkung yang dilalui oleh suatu benda
langit dalam lingkaran hariannya. Falak disebut dengan “Orbit” yang
diterjemahkan dengan “Lintasan”.
54.
Falaki
: Seseorang yang ahli dalam ilmu falak.
55.
Ghurubus
Syams : matahari terbenam, yang dalam astronomi dikenal dengan Moonset.
56.
GMT
(Greenwich Maen Time) : waktu yang didasarkan pada kedudukan matahari
pertengahan dilihat dari Greenwich.
57.
Hishsatul
Fajar (Cahaya fajar) : tenggang waktu yang dihitung dari terbit fajar (Shubuh)
sampai terbit matahari.
58.
Hishsatul
Syafaq (Cahaya Senja) : tenggang waktu yang dihitung dari terbenamnya matahari
(maghrib) hingga hilangnya mega merah di ufuk langit sebelah barat.
59.
Ikhtiyat
(Pengaman) : suatu langkah pengaman dalam perhitungan awal waktu sholat dengan
cara menambah atau mengurangi sebesar 1 s/d 2 menit waktu dari hasil
perhitungan sebenarnya. Hal demikian dimaksudkan agar pelaksanaan ibadah,
khususnya sholat dan puasa itu benar-benar dalam waktunya masing-masing.
60.
Imsak
(Waktu Imsak) : waktu tertentu sebagai batas akhir makan sahur bagi orang yang
akan melakukan puasa pada siang harinya. Tenggang waktu antara waktu imsak
dengan waktu shubuh adalah sekitar selama membaca ayat al-quran 50 ayat, yaitu
sekitar 12 menit. Posisi matahari pada waktu imsak berkedudukan -22 derajat di
bawah ufuk timur.
61.
Irtifa'
(Ketinggian) : ketinggian benda langit dihitung sepanjang lingkaran vertikal
dari ufuk sampai benda langit yang dimaksud. Dalam astronomi dikenal dengan
istilah altitude. Ketinggian benda langit bertanda positif (+) apabila benda
langit yang bersangkutan berada di atas ufuk. Demikian pula bertanda negatif
(-) apabila ia berada di bawah ufuk. Dalam astronomi biasanya diberi notasi h
(hight).
62.
Isya'(Waktu
Sholat Isya) : tenggang waktu yang dimulai sejak hilangnya mega merah atau
terbitnya cahaya putih di bagian langit sebelah barat sampai terbitnya fajar.
Kedudukan matahari pada saat hilangnya mega merah pada posisi ketinggian -18
derajat di bawah ufuk sebelah barat. Pada saat itu para astronom mulai
mengadakan pengamatan benda-benda langit. Itulah sebabnya keadaan seperti ini
dikenal dengan Astronomical Twilight.
63.
Ka'bah
: bangunan berbentuk mirip kubus dengan panjang sisi-sisinya sekitar 10 m.
Ka'bah terletak di tengah masjid kota mekkah dengan posisi lintang tempat 21
derajat 25 menit lintang utara dan bujur tempat 39 derajat 50 menit bujur
timur. Ka'bah inilah sebagai kiblat bagi orang islam yang sedang melaksanakan
sholat.
64.
Khaththul
Istiwa’ (Katulistiwa) : Lingkaran besar yang mempunyai jarak yang sama dari
kutub utara bumi dari kutub selatan bumi, sehingga lingkaran ini membagi bumi
menjadi dua bagian sama besar, yaitu bumi bagian utara dan bumi bagian selatan.
Katulistiwa ini merupakan proyeksi dari equator langit ke permukaan bumi,
sehingga ia disebut equator bumi. Khaththul Istiwa’ ini dijadikan sebagai batas
permulaan pengukuran lintang tempat, sehingga tempat-tempat dipermukaan bumi yang
tepat berada di khaththul Istiwa’ mempunyai harga lintang tempat 0 derajat.
65.
Maghrib
(Waktu Sholat maghrib) : tenggang waktu yang dimulai sejak matahari terbenam
hingga hilang mega merah. Dikatakan matahari terbenam apabila piringan atas
matahari menyentuh ufuk mar'i. Dalam perhitungan, kedudukan matahari pada awal
waktu maghrib sekitar -1 derajat di bawah ufuk barat.
66.
Qiblat
(Kiblat) : arah ka'bah di Makkah yang harus dituju oleh orang yang sedang
melakukan sholat, sehingga semua gerakan sholat, baik ketika berdiri, ruku',
maupun sujud senantiasa berimpit dengan arah itu.
67.
Syams
(Matahari) : suatu bintang sebagai pusat peredaran benda langit dalam
tatasurya. Besarnya 1378000 kali besar bumi dan garis tengahnya 109,1 kali
garis tengah bumi atau 1390000 km. Cahaya matahari berkecepatan 300000 km tiap
detik, sehingga cahayanya sampai ke bumi dalam jarak 150 juta km memerlukan
waktu sekitar 8,3 menit. matahari berputar pada sumbunya selama 25 hari untuk
sekali putaran dan bergerak dengan kecepatan 20 km tiap detik. Dalam astronomi
disebut Sun.
68.
Thulu'/Syuruq : manakala piringan atas suatu benda langit
bersinggungan dengan ufuk mar'i sebelah timur. Dengan pengertian ini, matahari
atau bulan dikatakan terbit apabila jarak zenitnya sama dengan 90 derajat - paralaks
+ Refraksi + Semidiameter + Dip.
69.
Waktu
Da'iri (Waktu Daerah) : waktu yang digunakan di suatu daerah atau wilayah yang
berpedoman pada bujur atau meridian berkelipatan 15 derajat. Misalnya WIB=105
derajat, WITA=120 derajat, WIT=135 derajat. Dalam astronomi dikenal dengan Zone
Time.
70.
Fajar
: Tanda waktu shubuh
0 komentar:
Posting Komentar